Pertamina Energi Institute Bersama UPER Gelar The 2nd Pertamina Energy Dialog 2024, Biofuel untuk Masa Depan
RUZKA REPUBLIKA -- Pertamina Energi Institute bekerja sama dengan Universitas Pertamina menyelenggarakan The 2nd Pertamina Energy Dialog 2024 dengan tema *"Harnessing Biofuels For Resilient and Sustainable Energy”* (05/08). Forum kali ini dihadiri pemangku kepentingan seperti anggota, Dewan Energi Nasional, akademisi Universitas Pertamina (UPER), Unhan, Universitas Indonesia (UI), BRIN, lembaga penelitian/riset dan NGO.
SVP Strategy & Investment PT Pertamina (Persero), Henricus Herwin memaparkan outlook energi nasional dalam beberapa skenario.
Lalu, menyampaikan peran gas bumi, bahan bakar nabati, panas bumi, dan CCS/CCUS dalam mendukung transisi energi di Indonesia.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Dr Dina Nurul Fitria menyampaikan peta jalan transisi energi menuju Net Zero Emission 2060, revisi perubahan Peraturan Pemerintah 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional dan berbagai upaya untuk mendorong tercapainya target bauran energi.
Baca Juga: TMMD 2024, TNI Bersama Dinas PUPR Depok Bangun Turap dan Perbaikan Inlet Drainase
Dalam konteks pengembangan bahan bakar nabati, Dina menekankan perlunya diversifikasi feedstock untuk mengurangi ketergantungan pada satu jenis sumber Bahan Bakar nabati (BBN) dan mitigasi risiko pasukan, Technological Advancements untuk meningkatkan efisiensi produksi BBN dan mengurangi biaya.
Lalu, kebijakan Energi Nasional untuk stabilisasi pasar BBN dan menjamin praktik keberlanjutan, perlindungan lingkungan serta mitigasi risiko rantai pasok: handling cost, inventory, pipelines, dispatch order, pricing system.
Pada kesempatan yang sama, Vice Chairman Research & Technology Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), Dr Jummy BM Sinaga menyampaikan betapa besar peluang industry biofuel yang dapat berkontribusi terhadap ekonomi nasional.
Baca Juga: Juri Seleksi Festival Film Moderasi Beragama 2024, Loloskan 20 Film Pilihan Kategori Umum & Pelajar
Indonesia saat ini berperan sebesar 21% mensuplai minyak nabati dunia dengan minyak sawit. Kapasitas Terpasang Biodiesel di Indonesia +/- 20 juta Kiloliter, masih mampu untuk peningkatan campuran hingga 40% (B40), dan sedang dilakukan secara bertahap.
Ia menjelaskan bahwa program B35 saat ini telah berhasil diimplementasikan dan progress uji coba biodiesel B40 yang sedang dilakukan secara bertahap.
"Uji coba untuk sektor otomotif telah berhasil dilakukan , dan saat ini sedang berlangsung uji coba untuk non otomotif seperti di sektor Kereta Api (KAI), Alat Berat di sektor pertambangan, Pembangkit Listrik, dan alat mesin pertanian. Jika uji coba B40 diperkirakan selesai akhir tahun 2024 dan berjalan dengan lancar maka ada kemungkinan implementasi nya pada tahun 2025," jelas Jummy.
Baca Juga: PWI Depok Dukung Konser Musik Musisi Peduli Musisi, Little ShowCase part 2nd di Kedai Lekker
Prof Dr Eng Ir Iman Kartolaksono dari Institut Teknologi Bandung dan juga pengajar Universitas Pertamina menyampaikan proses perjalanan riset biofuel skala laboratorium sampai akhirnya implementasi B30 di tahun 2020.
B30 merupakan campuran 30% biodiesel dengan 70% bahan bakar solar. Termasuk perkembangan pengembangan SAF atau Biovatur.
Yohanes Handoko Aryanto dari Pertamina Energy Institute menyampaikan kajian mengenai peran biofuel dalam menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan mendekarbonisasi sektor transportasi, serta bagaimana transisi energi memerlukan peta jalan inovasi untuk meningkatkan keekonomian dan mendorong terobosan teknologi.
Baca Juga: Yuk Daftar Sterilisasi untuk 100 Kucing Jantan Liar Gratis, Catat Tanggal dan Tempatnya
Sebagai agenda penutup, Widhyawan Prawiraatmadja, Ph.D, Advisory Board Pertamina Energy Institute, menegaskan bahwa Target Net Zero Emission (NZE) yang ambisius merupakan langkah positif menuju masa depan yang berkelanjutan.
Namun, pengambil kebijakan perlu mempertimbangkan berbagai tantangan dalam realisasi pengembangan potensi Energi Terbarukan.
"Tantangan ini meliputi kemampuan menyeimbangkan antara kebijakan makro, regulasi dan perspektif pelaku bisnis dalam upaya untuk memaksimalkan profit, kesulitan dalam pendanaan, serta perlunya insentif yang mendukung pertumbuhan sektor energi bersih atau rendah karbon. Sehingga cross sectoral coordination sangat diperlukan untuk mencapai target NZE dan memastikan pertumbuhan ekonomi keberlanjutan," paparnya. (***)