PMII Soroti Tingginya Angka Anak Putus Sekolah di Kabupaten Bogor
ruzka.republika.co.id--Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) meminta Pemkab Bogor untuk tidak main-main dalam menjamin hak anak untuk sekolah.
Pasalnya, dari data yang dihimpun Ketua PC PMII Kabupaten Bogor, Mohammad Aam Badrul Hikam, terdapat ribuan anak usia sekolah tidak dapat mengenyam pendidikan yang layak.
Aam menyebut, data Pokok Pendidikan atau Dapodik dari Pusat Data Informasi (Pusdatin) 2022, tercatat 1.706 anak yang putus bersekolah. Mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) berhenti sekolah.
Baca Juga: PLN Produksi Green Hydrogen 100 Persen dari EBT Kapasitas 51 Ton per Tahun
Baca Juga: Ini 8 Lokasi Kedai Bakso, yang Kelezatannya Tak Terbantahkan di Kota Depok
"Kami muak melihat angka putus sekolah di Kabupaten Bogor yang cukup tinggi dan menjadi catatan raport hitam Pemimpin Kabupaten Bogor," kata Aam, Senin (09/10/2023).
Aam menjelaskan salah satu alasan tingginya angka putus sekolah di Kabupaten Bogor. Pertama kata dia, dimulai sejak Indonesia dilanda wabah covid-19.
"Pelajar di pelosok Kabupaten Bogor yang paling terdampak, dimana mereka terkendala aksesbilitas, perangkat untuk belajar daring seperti yang dianjurkan juga menjadi kendala utamanya," jelasnya.
Baca Juga: Pemkot Depok Berikan Bansos RTLH ke 360 Warga Penerima Manfaat Sebesar Rp 23 Juta
Selain itu lanjut Aam, di pedalaman juga susah sinyal sehingga belajar daring sangat tidak memungkinkan. Akibatnya, banyak anak putus sekolah.
"Cukup banyak anak putus sekolah. Pandemi Covid-19 juga memaksa ekonomi masyarakat yang sudah rendah ditekan lagi. Itu juga alasan utama tingginya angka putus sekolah di Kabupaten Bogor," ungkapnya.
Angka putus sekolah di Kabupaten Bogor terbilang cukup tinggi. Berdasarkan data Dapodik Pusat Data Informasi (Pusdatin) 2022, tercatat ada 1.706 anak dari jenjang SD, SMP, hingga SMA di kabupaten itu berhenti sekolah.
dari sisi kebijakan ada beberapa hal lain yang harus diperhatikan Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bogor, seperti infrastruktur bangunan sekolah negeri yang rusak, pungutan liar saat pendaftaran ulang, hingga gaji tenaga pendidik atau guru honorer yang jauh di bawah upah minum Kabupaten/Kota (UMK).
"Banyak siswa yang memilih putus sekolah dan membantu orang tuanya menopang ekonomi keluarga daripada harus belajar di sekolah swasta yang biayanya sangat mahal," ungkapnya.
Reporter: Luki Leonaldo