Ekonomi

Dunia Usaha di Depok Meradang, Disidak Penggunaan Air Tanah Dinas ESDM Provinsi Jabar

DEPOK--Dalam sebulan terakhir ini, dunia usaha dan industri di Kota Depok dibuat resah dengan adanya aksi sidak penggunaan air tanah yang Kepala Bidang Air Tanah Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM) Provinsi Jawa Barat (Jabar), Achmad Fadillah dan Kepala Cabang DESDM wilayah II Bogor, Iman Budiman beserta tim pendukung. Diawali sidak penggunaan air tanah ke Hotel Bumi Wiyata (BW) Kota Depok, Rabu (8/6/2022).

Informasi yang diterima, sidak bertujuan mengecek pelanggaran penggunaan air tanah dunia usaha, seperti hotel, apartemen dan mal-mal yang ada di Kota Depok. Selain itu, juga dilakukan sosialisasi dan diimbau untuk memanfaatkan penggunaan air perpipaan atau air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

Namun, sangat disayanginya sidak yang dilakukan terkesan mengancam pelaku usaha untuk segera taat aturan, padahal saat ini pelaku usaha baru bernafas lega dan bangkit setelah pandemi Covid-19 melandai dan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 1.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

"Selama dua tahun bisnis kami meradang karena pandemi Covid-19, sekarang kami baru memulai bangkit sudah direcokin dengan persoalan penggunaan air tanah," ujar seorang staf Hotel Bumi Wiyata (BW) Kota Depok yang tidak bersedia disebutkan namanya.

Menurutnya, pihaknya taat aturan dan siap melakukan perubahan pemanfaatan air tanah dan berlangganan air perpipaan. "Hotel kami memiliki 70 persen Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan 100 sumur resapan. Sebenarnya sudah seimbang sesuai regulasi dalam pemanfaatan air tanah. Tidak ada aturan yang dilanggar, kami ada Surat Izin Pengusaan Air Tanah (SIPA) dan membayar pajak penggunaaan air tanah," jelasnya.

Lanjutnya, pihaknya lebih senang berlangganan air PDAM karena lebih murah dibandingkan harus bayar pajak penggunaan air tanah. "Nggak masalah kami berlangganan air PDAM, asal instalasi jaringan perpipaan tidak dibebankan ke pelanggan. Selain itu, tentu harus dapat memenuhi permintaan kebutuhan air dan tidak sering mati serta airnya tidak keruh karena kami bisnis terkait dengan pelayanan dan kenyamanan konsumen hotel. Semuanya bisa dibicarakan baik-baik dan dicari solusinya, bukan dengan cara pemaksaan kehendak disertai ancaman sanksi," tuturnya.

***

Apa benar penggunaan air tanah untuk industri melanggar aturan? Faktanya, dalam informasi yang diperoleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Jabar, ternyata tidak melanggar dan ada dua UU yang mengaturnya yakni berdasarkan UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (SDA) dan UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).

Selain itu, setiap daerah juga membuat Peraturan Daerah (Perda) Tentang Pemanfaatan Air Tanah.Air merupakan salah satu hal yang paling dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk dapat tetap bertahan hidup. Keberadaan sumber air bahkan menjadi kebutuhan yang paling utama bagi masyarakat di berbagai negara, khususnya mereka yang mengalami krisis air. Air sendiri digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk berbagai macam jenis kegiatan.Air terdiri dari berbagai macam jenis, mulai dari air laut, air sungai, air hujan, dan air tanah. Air tanah dapat dibilang memiliki peranan yang paling penting bagi kehidupan karena berguna bagi keseimbangan alam, kebutuhan industri, sampai kebutuhan rumah tangga.

Lalu apakah air tanah ini dikenakan pajak di Indonesia?Jawabannya adalah iya, di Indonesia sendiri terdapat pajak air tanah. Pajak air tanah sendiri merupakan pajak yang cukup prospektif, dikarenakan pemanfaatan air tanah yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Selain dimanfaatkan oleh masyarakat umum, banyak perusahaan yang mulai memanfaatkan air tanah untuk kebutuhannya. Sehingga pemerintah menetapkan pajak air tanah untuk membatasi penggunaannya.

Lalu, bagaimanakah aturan pemunggutannya?Untuk wilayah di Jawa Barat, merupakan provinsi yang memiliki rata-rata curah hujan per tahun tertinggi di Indonesia yaitu berkisar antara 2.000-4.000 mm. Oleh karena itu, Jabar mempunyai potensi sumber daya air khususnya air permukaan yang besar.Potensi sumber daya air di Jabar mencapai 48 Milyar m3 pertahun dalam kondisi normal. Dari potensi yang ada, baru dimanfaatkan sebesar 24 Milyar m3 pertahun atau hanya sekitar 50 persen.

Sedangkan potensi air tanah dangkal yang ada di wilayah Jabar menurut hasil estimasi Bappeda Provinsi Jabar adalah sekitar 16,8 Milyar m3 pertahun. Dari jumlah tersebut, air tanah dangkal yang dapat dimanfaatkan hanya sekitar 2,20 Milyar m3 pertahun itupun dengan asumsi bahwa tebal rata-rata lapisan bawah tanah yang mengandung air dan dapat mengalirkan air (akuifer) adalah 3m.Selain air tanah dangkal, Jabar juga memiliki potensi air tanah dalam dimana diperkirakan potensi air tanah dalam yang dapat dimanfaatkan sekitar 3.52 Milyar m3 pertahun, terdiri dari 2.04 Milyar m3 pertahun air tanah dalam semi tertekan dan 1.48 Milyar m3 pertahun air tanah dalam tertekan.

Pada dasarnya ketersediaan air tanah sangat sulit untuk diprediksi. Oleh karena itu, pemanfaatan air tanah harus diatur dan dikelola untuk memelihara keberadaan air tanah sebagai sumber daya air, agar kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup tetap dapat berlangsung sesuai tuntutan pembangunan yang berkelanjutan.

Salah satu cara Pemprov Jabar untuk mengatur dan mengelola air bawah tanah adalah dengan mengeluarkan surat ijin penguasaan air (SIPA) untuk setiap badan usaha atau pribadi yang ingin mengambil dan memanfaatkan air tanah sesuai dengan Perda Provinsi Jabar Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Air Tanah.

Pengambilan dan pemanfaatan air tanah yang untuk kepentingan komersil akan dikenakan pajak sesuai dengan Perda Provinsi Jabar nomor 6 tahun 2011 Tentang Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

Selanjutnya dijelaskan pada pasal 3 ayat 1 huruf C Perda provinsi Jawa Barat nomor 6 tahun 2011 bahwa objek pajak adalah Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan/atau Air Permukaan, dilanjutkan di ayat 2 pengecualian untuk objek pajak adalah Pengambilan atau Pemanfaatan atau Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan/atau Air Permukaan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, rumah ibadat, keperluan dasar rumah tangga, irigasi, penanggulangan bahaya kebakaran dan untuk keperluan penelitian serta penyelidikan yang tidak menimbulkan kerusakan atas sumber air dan lingkungannya atau bangunan pengairan beserta tanah turutannya.

Besarnya pajak air tanah adalah sebesar 20 persen dikalikan dengan nilai perolehan air, dimana nilai perolehan air akan dihitung oleh dinas teknis dengan mengalikan volume air yang diambil dengan harga dasar air. (Rusdy Nurdiansyah)