Barong Landong Bengkulu Ditetapkan Sebagai Warisan Budaya Tak Benda Jadi Perhatian Pengmas UI
ruzka.republika.co.id--Sepintas, Barong Landong mirip dengan Ondel-ondel Betawi atau Barong Bali. Boneka raksasa yang menyerupai manusia ini memiliki tinggi 250 cm dan lebar 100 cm, dengan rangka terbuat dari rotan, bambu, dan kayu.Rangka tersebut dibungkus kain khas pakaian pengantin Lembak. Bagian kepalanya dibuat dari kayu yang diukir menyerupai wajah manusia. Kesenian ini diyakini oleh masyarakat Lembak berasal dari Kelurahan Tanjung Agung, Kecamatan Sungai Serut, Bengkulu.
Jika pada Ondel-ondel Betawi lazimnya diiringi musik Tanjidor, sedangkan pada Barong Landong diiringi oleh rebana/gendang panjang, kelintang, serta serunai. Dari segi penamaan, ia memiliki kesamaan nama dengan Barong Landung di Bali.
Suku Lembak Kota Bengkulu, asal seni-budaya pertunjukan khas barong ini, merupakan salah satu suku bangsa yang penyebarannya cukup luas. Mereka menyebar hingga ke wilayah Kabupaten Bengkulu Tengah, Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Rejang Lebong, hingga ke wilayah Provinsi Sumatera Selatan.
Meski belum banyak masyarakat yang mengenal Barong Landong, namun pada akhir tahun 2020 Barong Landong Kota Bengkulu telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Keberhasilan penetapan Barong Landong sebagai WBTB Bengkulu itu tidak terlepas dari Program Pengabdian kepada Masyarakat (Pengmas) UI tahun 2020.
Sejatinya WBTB atau intangible cultural heritage bersifat tak dapat dipegang, berupa konsep dan teknologi; dan sifatnya dapat berlalu dan hilang dalam waktu seiring perkembangan zaman seperti misalnya bahasa, kesenian, upacara, serta berbagai perilaku terstruktur lain.
Setelah Indonesia meratifikasi Convention for the Safeguarding of Intangible Cultural Herritage tahun 2003, yang disahkan melalui Peraturan Presiden Nomor 78 tahun 2007 tentang Pengesahan Konvensi Warisan Benda Tak Benda, maka Indonesia wajib melakukan pencatatan karya budaya dan seluruh Indonesia. Selain itu sebagai upaya perlindungan yang lebih kuat lagi, maka Direktorat Jenderal Kebudayaan melakukan Penetapan WBTB Indonesia.
Penetapan WBTB Indonesia adalah pemberian status Budaya Takbenda menjadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia oleh Menteri berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Warisan Budaya Takbenda Indonesia.Salah satu versi menyebutkan bahwa kesenian ini mendapat pengaruh dari kebudayaan Tionghoa (Cina).
Pengaruh Cina pada masa dahulu sudah sangat kuat terutama dalam perdagangan. Interaksi masyarakat Lembak secara khusus dengan orang Cina berlangsung cukup lama, sehingga ada beberapa kata Cina yang diserap dalam bahasa Lembak, misalnya “barong” yang dalam bahasa Cina berarti boneka besar, sedangkan “landong” atau dalam logat asli Lembak disebut “landung” yang berarti sesuatu yang besar dan tinggi. Barong Landong merupakan penamaan untuk pertunjukan boneka besar dan tinggi.
Kesenian ini sepertinya terinspirasi dari pertunjukan “barong sai”, sehingga dari permainan orang-orangan sawah (kebang-kebang) menjadi boneka besar setinggi sekitar 2,5 meter yang digerakkan oleh manusia yang masuk ke dalam tubuh si boneka. Menurut logat orang Lembak disebut “baghong landung”.
Versi lainnya mengungkapkan bahwa pertunjukan Barong Landong atas usul ketua adat (pasirah) jaman dahulu saat melihat panen padi yang berhasil. Sebagai penghormatan, pasirah mengusulkan untuk membuat orang-orangan yang besar dan tinggi dengan menggunakan pakaian yang bagus. Orang-orangan tersebut terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan pakaian pengantin.
Sepasang orang-orangan tersebut dianggap sangat berjasa terhadap hasil panen mereka berupa kemakmuran dan keamanan masyarakat tersebut. Usul tersebut disetujui oleh warga dan membuat orang-orangan yang sangat besar dan diberi nama barong. Sementara itu, karena sangat tinggi atau panjang masyarakat menyebut dengan nama landong.
Sejak peristiwa tersebut, selepas panen padi, masyarakat selalu membuat Barong Landong sebagai tanda puji syukur serta bentuk permainan dan tarian. Untuk mengiringi tarian tersebut mereka menggunakan alat musik berupa kelintang, redap, dan gong.Pernah "Hilang" Selama 50 Tahun Barong Landong diyakini sudah ada sejak tahun 1800an atau akhir abad ke 19 ketika masih berada di bawah kekuasaan Hindia-Belanda.
Namun, kesenian Barong Landong dilarang ditampilkan setelah kedatangan Jepang ke Bengkulu. Selain itu, kesulitan ekonomi yang dialami oleh masyarakat setempat menyebabkan kesenian ini sempat menghilang sekitar 50 tahun dari ingatan masyarakat Lembak, sehingga tidak banyak yang mengetahui tentang keberadaan Barong Landong.
Penggalian kembali mengenai sejarah kesenian ini dilakukan melalui proses penelitian yang diprakarsai oleh H.R. Roesman Moehiman selaku kepala Taman Budaya Bengkulu. Pada tahun 1990, dengan berbekal informasi dari beberapa orang tua desa yang berusia lebih dari 70 tahun yang pernah melihat pertunjukan Barong Landong ketika masih kecil, maka dilakukan riset tentang benda tersebut.
Hasil riset ini kemudian dibukukan dan menjadi laporan penelitian.Pada tahun 2012, Barong Landong direvitalisasi dan diaktifkan kembali oleh Devi melalui Sanggar Anggrek Bulan dan S. Effendi dari Sanggar Puralis yang juga merupakan ketua Badan Musyawarah Adat Kota Bengkulu, dengan cara membuat Barong Landong yang baru untuk dipentaskan. Sebagai tindaklanjut dari penetapan Barong Landong sebagai WBTB Bengkulu, maka dalam program Pengmas 2022, tim Pengmas UI akan mengadakan dua program.
Pertama, Program Pelestarian dan Pengembangan Program pelestarian Barong Landong, terutama ditujukan untuk komunitas asli di Desa Tanjung Agung, Kota Bengkulu, dalam rangka revitalisasi agar ia tetap tumbuh dan berkembang disesuaikan dengan kondisi terkini tanpa meninggalkan adat-tradisinya.
Sementara itu, untuk program pengembangan Barong Landong ditujukan untuk komunitas pelanjut diluar komunitas asli yang selama ini berupaya memperkenalkan dan mempertunjukkan kesenian Barong Landong kepada publik yang lebih bersifat profan dan pemicu atraksi wisata budaya dan keriaan masyarakat.
Kedua, Program Pemanfaatan Edukasi dan Ekonomi Kreatif. Program pemanfaatan Barong Landong untuk bidang edukasi, yakni penguatan kurikulum daerah untuk tingkat SMP dan SMA/SMK berupa materi ajar mata pelajaran seni budaya. Sementara itu, untuk bidang ekonomi kreatif ditujukan untuk promosi dan produksi cinderamata atau souvenir Barong Landong khas Kota Bengkulu berupa miniatur, gantungan kunci, kaos, stiker, dan topi.
Program Pengabdian kepada Masyarakat ini terselenggara berkat kerja sama antara Direktorat Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat Universitas Indonesia (DPPM UI) dengan PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) (Persero) dan PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF).
Sebagai BUMN di bawah Kementerian Keuangan dan sebagai Special Mission Vehicle pemerintah, keterlibatan SMF dalam kegiatan ini sebagai bagian dari upaya untuk melestarikan budaya daerah dan nasional.
Kegiatan ini diyakini akan mendorong pada terciptanya kebanggan akan budaya nasional dan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah setempat, yang pada akhirnya juga akan mendorong pada upaya percepatan pemulihan ekonomi nasional. Sebagai Special Mission Vehicle pemerintah, SMF ikut membantu pemerintah dalam upaya mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional serta upaya stabilisasi ekonomi di tengah kondisi yang kian kondusif saat ini.
Program ini akan dilaksanakan hingga Desember 2022. Melalui Program Pengmas ini, diharapkan kesenian Barong Landong lestari dan kembali hidup di dalam komunitas asalnya (Kelurahan Tanjung Agung), dikenal dan dipelajari dalam mata pelajaran seni budaya SMP, SMA/SMK, dan sanggar-sanggar seni-budaya daerah, serta dapat dijadikan sumber alternatif penghasilan untuk peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. (Rusdy Nurdiansyah)