News

TGA dan KontraS Sepakat Tragedi Kanjuruhan sebagai Kejahatan HAM Berat

Tim Gabungan Aremania (TGA) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) gelar jumpa pers.
Tim Gabungan Aremania (TGA) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) gelar jumpa pers.

ruzka.republika.co.id - Tim Gabungan Aremania (TGA) bersikap tegas. Mereka mendesak Komnas HAM menetapkan Tragedi Kanjuruhan sebagai kejahatan HAM berat.

Hal itu diungkapkan dalam konferensi pers di Posko TGA di Gedung DPD KNPI Kota Malang, Jumat (14/10) malam. TGA satu suara dengan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

Sekjen Federasi KontraS Andy Irfan menjelaskan bahwa ada unsur kesengajaan dalam tragedi ini. Hal itu mengacu pada temuan Tim Gabungan Independen Pancari Fakta (TGIPF).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

"Ini bukan kejadian kerusuhan suporter. Ini pembunuhan massal oleh aparatur kemanan dalam hal ini ada Polri dan TNI,”kata Andy Irfan.

Lebih lanjut dikatakan kejadian ini berawal dari izin yang diberikan oleh pihak kepolisian. Terlepas dari permohonan perubahan jam dan sebagainya. Izin pelaksanaan pertandingan ini di bawah kewenangan polisi.

Kemudian dirinya mengungkap ada fakta bahwa saat pertandingan personel Sat Brimob Polda Jatim dan Sat Samapta Polres Malang masuk ke stadion. Para personel itu juga dilengkapi dengan senjata gas air mata.

"Berarti di sini ada unsur kesengajaan. Padahal di sini tidak ada ancaman signifikan, yang dilakukan oleh penonton terhadap nyawa pemain atau aparat. Karena suporter ini ingin memberi dukungan motivasi,”lanjutnya.

Federasi KontraS meyakini bahwa adanya pembunuhan massal. Selain itu, perwira tertinggi di jajaran Brimob termasuk Eks Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta hingga ke petugas terbawah.

"Selanjutnya untuk menanggapi rekomendasi TGIPF kepada Polri, kami akan mendesak Kadiv Propam Polri untuk memeriksa mulai dari perwira tertinggi hingga jajaran terendah,” lanjutnya.

Sementara itu, Anggota Tim Hukum TGA Anjar Nawan Yusky mengatakan selain rekomendasi untuk korban meninggal, sudah seharusnya korban luka dan trauma juga diperhatikan. Sehingga diketahui penanganan terbaik untuk para korban.

"Jadi ada fakta kami mendapatkan laporan salah satu korban yang matanya memerah. Dalam keterangan diagnosa rumah sakit pertama yang merawat hal itu disebabkan karena terinjak-injak, padahal korban mengaku wajahnya tidak terinjak. Kemudian saat kami bawa ke spesialis mata, ada indikasi pembuluh darah pecah karena paparan zat kimia,”bebernya.

Selain itu pihaknya akan mengawal proses autopsi yang direncanakan, Kamis (20/10) mendatang. Dan saat ini pihaknya akan terus melakukan penggalian informasi dan kajian.

“Kami dari Aremania akan terus mengumpulkan bukti. Saat ini kami akan mencoba menyeret ini ke tahapan Perdata, agar para korban mendapatkan ganti rugi dan restitusi. Selain itu bisa jadi ini ada unsur pidana seperti yang disampaikan Andy,”pungkasnya. *

Berita Terkait

Image

40 Hari Tragedi Kanjuruhan, Arema FC Gelar Tahlil dan Doa Bersama

Image

Arema FC Bentuk Task Force Perombakan Tata Kelola Klub

Image

Ukraina Desak FIFA Keluarkan Iran dari Piala Dunia 2022 Qatar