Info Kampus

Program Studi Arab FIB UI Gelar Seminar dan Sharing Session Tentang Irak

Seminar Program Studi Arab FIB UI, "Apa Kabar Irak?” menghadirkan pembicara Drs. H. Bambang Antarikso, M.A (kanan) yang pernah menjabat sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Irak periode 2016--2020.

ruzka.republika.co.id--Program Studi Arab Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (PSA FIB UI) menggelar seminar dan sharing session tentang Irak, pada Rabu, 14 Juni 2023.

Seminar ini merupakan proyek akhir dari serangkaian kegiatan pembelajaran mata kuliah Pranata Arab, yang diselenggarakan oleh PSA FIB UI. Mata kuliah Pranata Arab merupakan salah satu mata kuliah.wajib bidang kebudayaan yang membahas karakteristik sosial-budaya masyarakat Arab.

Seminar yang bertema "Apa Kabar Irak?” ini menghadirkan pembicara Drs. H. Bambang Antarikso, M.A. yang pernah menjabat sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Irak periode 2016--2020.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

"Sejarah panjang Irak sebagai kawasan tempat lahirnya peradaban dunia, hingga kondisi Irak setelah peristiwa invasi Amerika Serikat pada 2003. Kondisi Irak pasca-pemerintahan Saddam Hussein memang masih memprihatinkan. Para elit pemerintahan lebih sibuk dengan usaha-usaha mempertahankan atau merebut kekuasaan, daripada melakukan pembangunan," ujar Bambang dalam keterangan yang diterima, Kamis (15/06/2023).

Lanjut Bambang, kondisi Irak juga semakin diperparah dengan keberadaan kelompok ISIS yang melakukan kekerasan dan teror untuk tujuan mendirikan negara Islam. "Irak kemudian dikenal sebagai negara yang tidak aman, karena sering terjadi penculikan, terorisme, dan konflik terbuka antarwarga," jelasnya.

Namun, menurut Bambang, upaya para pemuda dan mahasiswa Irak untuk memulihkan kembali negerinya sangat nampak. Sejarah peradaban masa lampau menjadi energi bagi para pemuda dan mahasiswa untuk mengembalikan kecemerlangan Irak.

"Di Irak, mahasiswa dan pemuda sering melakukan demonstrasi menuntut pemerintah untuk menyediakan kebutuhan primer warga, seperti penyediaan listrik dan juga air bersih. Ironi memang, Irak yang dulu terkenal sebagai wilayah Mesopotamia, yang berarti ‘tanah di antara sungai-sungai’, kini mengalami kondisi yang memprihatinkan, akibat dibombardir kekuatan Amerika Serikat," ungkapnya.

Ia menambahkan, meskipun banyak yang sudah rusak dan luluh-lantak, namun bekas-bekas dari kegemilangan peradaban masa lampau Irak masih dapat ditemukan. Di antara berita-berita tentang kekerasan dan konflik di Irak,

"Masyarakat Irak sebenarnya adalah masyarakat yang sangat ramah. orang Irak gemar minum teh. Mereka sering minum teh dan mengajak orang lain untuk minum teh bersama, dalam berbagai kesempatan. Kuliner di Irak juga memperlihatkan keragaman dan cita rasa yang tinggi,” tutur Bambang.

Selain itu, diutarakan Bambang, masyarakat Irak merupakan pewarisan peradaban dunia, sejak ribuan tahun sebelum masehi. Cerita seribu satu malam adalah salah satu warisan karya sastra yang dikenal dunia. Kehidupan kebudayaan di Irak juga sangat kuat. Meskipun mayoritas masyarakat Irak beragama Islam, namun praktik-praktik kepercayaan pra-Islam masih tetap dijalankan.

"Masih banyak masyarakat Irak yang meneruskan tradisi kepercayaan Zoroaster, meskipun mereka adalah penganut Islam. Kebudayaan masa lalu di Irak terus bertahan hingga saat ini, karena masyarakat masih terus mempraktikkannya. Bahkan, pada saat ini, geliat menghidupkan tradisi budaya lama semakin meningkat," jelas Alumni Hubungan Internasional FISIP UI (lulusan 1986).

Materi seminar dengan lebih menukik ke paparan tema-tema sejarah, dan sosial-budaya, sesuai dengan karakter mata kuliah Pranata Arab. Tema yang diberikan berjudul “Mengulik Pranata Sosial-Budaya dari Kacamata Duta Besar RI untuk Republik Irak”.

Seminar berlangsung dengan santai dan dibangun dalam diskusi dua arah oleh moderator, Saddam Arnold. Sebelum seminar, audiens mendapat suguhan penampilan pembacaan puisi tentang Irak oleh Hafidz, dan monolog berjudul “Praduga Tak Berdasar” yang dibacakan oleh Virna Camelia dengan sangat menarik.

Audiens yang berjumlah 95 orang juga mendapatkan pengalaman serta strategi untuk menempuh karier di Kementrian Luar Negeri (Kemenlu) baik sebagai diplomat maupun sebagai duta besar. Memang selain dihadiri oleh 44 mahasiswa peserta mata kuliah Pranata Arab, kegiatan seminar ini juga dihadiri oleh mahasiswa PSA dari berbagai angkatan, dan juga mahasiswa di luar PSA, bahkan dari universitas lain.

Menurut, Dr. Ade Solihat, S.S.. M.A. selaku pengampu mata kuliah Pranata Arab, kegiatan seminar ini merupakan salah satu upaya mengantarkan mahasiswa menuju capaian pembelajaran mata kuliah, yaitu kemampuan menganalisis berbagai pranata sosial budaya di negara-negara Arab.

"Mahasiswa tidak cukup hanya berdiskusi dengan mengacu kepada sumber-sumber tertulis. Menghadirkan narasumber, yang pernah berada di negara yang sedang dikaji, memberikan wawasan yang lebih ‘hidup’, aktual, dan mutakhir," terangnya.

Kehadiran praktisi, dalam hal ini, Bambang Antarikso yang pernah menjalankan tugas sebagai Duta Besar di Irak, sangat penting untuk melengkapi pengetahuan teoretis di kelas.

"Saya berharap, mahasiswa dapat menyelenggarakan seminar serupa untuk mendiskusikan negara Arab lainnya. Dengan mengacu kepada negara anggota Liga Arab yang berjumlah 22, tentu Irak hanyalah salah satu. Jadi, masih banyak negara yang perlu dibahas dengan lebih mendalam," harap Ade. (Rusdy Nurdiansyah)