Mengintip Karya Arifien Neif di Ajang Art Jakarta 2024
RUZKA REPUBLIKA -- Ajang Art Jakarta 2024 yang berlangsung pada 4, 5, dan 6 Oktober 2024 seolah menjadi panggung spesial bagi sejumlah pelukis ternama Indonesia, seperti Arifien Neif, Darbotz, Muklay, dan para seniman ternama lainnya.
Pada Ahad 6 Oktober 2024, komunitas Dahayu Nusantara berkesempatan mengunjungi pameran seni kontemporer terbesar di Indonesia ini.
Dahayu Nusantara adalah komunitas seni yang bermarkas di Ciganjur, Jakarta, yang bergerak di berbagai kegiatan seni seperti seni tari, seni lukis, storytelling, seni fotografi, hingga sulap, yang sering juga menyuarakan tentang isu-isu keberagaman di Indonesia.
Baca Juga: Polda Metro Jaya Terjunkan Ratusan Personel Polisi, Amankan Kampanye Pilkada di Jakarta
Ketertarikan Dahayu Nusantara datang ke event ini dikarenakan ingin melihat sebuah karya dari Arifien Neif yang infonya bercerita tentang pluralitas Indonesia.
Arifien atau Neif, kebalikan dari ‘fien’, adalah pelukis kelahiran Surabaya, tahun 1955. Masa lalunya sangat “berwarna”, diawali dengan tekadnya untuk tidak membebani orangtuanya di Surabaya, Ia nekat pergi ke Jakarta hanya dengan membawa beberapa kaleng cat lukis, pensil, dan kuas.
Neif hidup menggelandang di Jakarta, berbagai pekerjaan ia lakoni mulai dari tukang cuci piring di warung tenda dengan imbalan sepiring nasi hingga menjadi tukang batu di proyek Hotel Hilton Jakarta.
Baca Juga: 6 Atlet Depok Wakili Jabar Ikut Peparnas XVII Solo, Ikuti 3 Cabor
Meski menjadi pekerja kasar, Neif tidak pernah melepaskan hobinya yaitu melukis, seringkali ia membuat corat-coret di secarik kertas bahkan di atas kertas semen di proyek tempat ia bekerja.
Neif mulai memasuki dunia pekerjaan halus ketika dia mulai bekerja di perusahaan interior setelah seorang teman melihat bakatnya itu.
Beberapa waktu berkarya di perusahaan interior itu, mulai terbukalah jalan bagi karier Neif sebagai pelukis.
Baca Juga: UI Edukasi Angkat Wisata Kampung Batik Cibuluh Bogor
Pada suatu ketika bertemulah Neif dengan Obin, pemilik Galeri Batik Bin House di Menteng. Obin lah yang kemudian menjadi manajer Neif untuk pertama kalinya.
Pada 1979, Bin House pertama kali memamerkan lukisan Neif, yang dibuka oleh Pia Alisyahbana. Sejak saat itu Neif menjadi terkenal.
Selain dikenal di dalam negeri, Neif mulai dikenal di ajang-ajang luar negeri seperti di Lorin & Kristy Art Gallery, Singapura, tahun 1995, lalu berlanjut sampai ke Italia, Jepang, hingga Los Angeles, California, Amerika Serikat dengan karya-karya yang laris dikoleksi kolektor meski dibanderol dengan angka yang sangat fantastis.
Baca Juga: Baznas Depok Canangkan Program Cegah stunting, Berkolaborasi dengan Lembaga Filantropi
Meski sudah meraih kepopuleran dan kemakmuran, Neif tetap lah Neif yang dulu, seorang seniman dengan karakter rendah hati, sederhana, dan tidak melupakan masa lalunya yang sulit.
Maka itu di ajang Art Jakarta 2024 kali ini Ia melelang salah satu karyanya yang berjudul “Ridho” yang dibuat di tahun 2024.
Lukisan berukuran 180 x 140 cm berbahan cat minyak di atas kanvas. Adapun “Ridho” ini bercerita tentang bagaimana Neif memandang Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika menjadi falsafah dasar untuk menciptakan generasi masa depan Indonesia.
Baca Juga: Pj Sekda Depok: Cukup Membanggakan, Segudang Prestasi Bergensi Diraih Pemkot Depok
Hasil lelang lukisan tersebut menurut rencana akan didonasikan untuk membangun rumah singgah keempat Ronald McDonald House Charities (RMHC) dengan 65 kamar di Kemanggisan, Jakarta.
Rumah singgah tersebut nantinya akan menjadi tempat menginap keluarga pasien anak dengan penyakit jantung bawaan.
Ketokohan seorang Arifien Neif inilah yang membuat para seniman muda di Dahayu Nusantara tertarik melihat sejumlah karyanya yang menginspirasi tersebut.
Baca Juga: Alasan Kenapa Moisturizer Cetaphil Banyak Dibeli
Mereka adalah Miss Wiwin (Seni Mendongeng), Ayie Suminar (Penggerak Komunitas Budaya), Mami Intan (Vlogger), Indonesiana Ayuningtyas Wicaksono (Seni Tari), dan Thomas Balducci (Pesulap).
Art Jakarta 2024 kali ini tidak hanya menjadi ruang untuk menikmati keindahan seni, tetapi juga menjadi jembatan untuk menyebarkan nilai-nilai kemanusiaan. (***)