
Buku Hitam
Sastra | 2025-03-06 10:45:51
Dalam catatan buku hitam, orang-orang yang menyamai dirinya sebagai manusia agung tetapi buta akan ilmu, mereka menempati kematian yang tak berwujud. Meskipun, segudang prestasi ibadah wajib dikerjakan. Jika sudah mengenai hati manusia, betapa mustahilnya memohon maaf. Ibadah bukan hanya soal seberapa banyak rakaat dan puasa dikerjakan, tetapi menjaga hubungan kekerabatan juga. Namun lidah memang diciptakan untuk berkata, tetapi akal dan hati dikesampingkan. Merasa lebih baik dan berguna, mungkin telah membutakan hati. Atau sifat iri dan dengki, telah menenggelamkan akal sehat.
Pada buku itu, orang-orang dengan wajah indah dan pikiran jalang, akan memperoleh penyiksaan pedih di bagian kemaluan. Mereka memiliki rambut yang begitu wangi namun busuk di ruang pembakaran. Hangus dan menjadi debu sampai menembus di berbagai belahan bumi. Itu, adalah arus dari AI yang benar-benar menipu. Materi atau nafsu yang tak tertolong telah melahap rasa malu.
Ada hal yang paling mengerikan dari kedua catatat di buku hitam. Seorang pemuka agama bertanya pada pengikutnya. Apa itu yang paling mengerikan. Jelas saja mengadu hal-hal yang dapat merusak hubungan persaudaraan, persahabatan, dan suami istri. Berbedakah dengan fitnah. Menurut seorang pemuda di ujung balai majelis ilmu berbisik dengan temannya yang sedang menulis dalam bahasa arab.
"Fitnah itu tidak ada apa-apanya dibandingkan adu domba. Karena, adu domba walau benar atau salah, itu dapat menghancurkan hubungan. Bahkan menyebabkan pembunuhan dan pembalasan dendam. Kau difitnah, orang hanya berfikir kau penjahat, tetapi hubunganmu dan orang lain cukup sampai dengan masalahmu sendiri, tidak menimbulkan hasad atau dendam. Namun, kekejaman fitnah itu dapat menghancurkan nafkah dan harga diri"
"Nafkah, Tuhanlah yang memberi aku rezeki Bahar."
"Bukan itu maksudnya Sabar, sesungguhnya fitnah dan adu domba adalah perbuatan tercela yang meretakkan hubungan, meskipun benar. Tidak hanya membunuh satu orang tetapi lebih dari itu."
Buku hitam, adalah musibah bagi mereka yang durhaka dan tidak bernurani. Tajamnya lidah tanpa disadari telah membunuh tanpa henti. Tidak ada perbuatan tanpa balasan, semua akan menjadi tanggungjawab baik dunia dan akhirat.
"Apa yang kau lakukan Bahar? Pernahkah mengadu domba?"
"Itulah penyesalanku Sabar. Karena aku, memberitahukan sebuah ketidaksengajaan ucapan kakek, cucunya menjadi benci dan membiarkannya tidak terurus bahkan diusir dari rumahnya sendiri."
Seketika wajah Sabar berubah masam.
"Mengapa wajahmu? Pasti kau benci padakukan, walau aku tak menganggumu. Itulah bukti betapa buruknya sebuah adu domba."
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook