
Emansipasi Perempuan Dianggap Ancaman dalam Novel Belenggu
Sastra | 2025-05-15 20:26:46Di era ketika perempuan semakin aktif menyuarakan haknya, kita sering lupa bahwa kecemasan terhadap perempuan mandiri dan cerdas bukanlah hal baru. Novel Belenggu karya Armijn Pane yang terbit pertama kali pada 1940 diam-diam sudah memotret konflik ini. Melalui tokoh Sumartini, kita diajak melihat bagaimana seorang perempuan intelektual justru menjadi “masalah” dalam rumah tangganya sendiri. Bukan karena ia salah, tapi karena ia terlalu kuat dan mandiri.Dalam novel tersebut, Sumartini adalah representasi perempuan masa transisi terpelajar, berorganisasi, dan memiliki pandangan luas.
Ia bukan istri yang hanya duduk menunggu suami pulang. Namun alih-alih dihargai, karakter ini justru menjadi sumber kegelisahan bagi suaminya, Sukartono.Sukartono merasa kehilangan "perhatian" kecil dari sang istri, seperti tidak disambut pulang, tidak disiapkan tempat duduk, bahkan tidak mencatat telepon dari pasien. Kekecewaan ini bukan soal cinta yang pudar, melainkan soal ego yang terusik. Sukartono simbol laki-laki zaman itu tidak siap hidup berdampingan dengan perempuan yang setara secara intelektual dan sosial. Konflik ini bukan sekadar drama rumah tangga. Ia adalah cerminan dari ketidaksiapan laki-laki dalam menghadapi perubahan peran gender.
"Mampukah cinta bertahan ketika perempuan tidak lagi "melayani", melainkan berjalan sejajar?"

Dan ironisnya, pertanyaan ini masih relevan hari ini.Di berbagai forum dan media sosial, kita masih sering melihat keluhan bahwa perempuan “terlalu mandiri”, “terlalu sibuk”, atau “terlalu banyak tahu” untuk bisa dicintai. Laki-laki tak lagi ditantang hanya soal memberi nafkah, tapi juga berbagi ruang, berbagi kuasa, dan berbagi pengaruh baik di rumah maupun di ranah publik.Jadi, novel Belenggu bukan sekadar novel tentang cinta segitiga, tapi kisah sunyi tentang laki-laki yang belum berdamai dengan perempuan setara. Dan kalau kita jujur, sebagian masyarakat kita hari ini masih hidup dalam bayang-bayang kecemasan yang sama.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.