Tanpa Persiapan, Ini 3 Pejuang Penggerek Bendera Merah Putih saat Upacara Proklamasi Kemerdekaan 1945
RUZKA REPUBLIKA -- Luar baisa perjuangan para pejuang, terutama keberanian saat melakukan pengibaran bendera merah putih saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada Jumat 17 Agustus 1945.
Tanpa persiapan, 3 orang pejuang ditunjuk untuk menjadi Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) yang pertama kali mengibarkan Sang Saka Merah Putih saat upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dipimpin Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.
Nah, siapakah 3 orang yang memboyong bendera dan mengibarkannya dan mengerek ke tiang bendera di halaman rumah Soekarno Jalan Pegangsaan Timur nomor 56, Jakarta.
Baca Juga: Konser Jundai Nusantara 3.0, Renjana Kebaya Sempena Bulan Kemerdekaan
Ketiga orang pejuang tersebut yakni Latief Hendraningrat, Suhud Sastro Kusumo.dan Surastri Karma (SK) Trimurti.
Dikutip dari beberapa buku sejarah, berikut profil dari ketiga toko pejuang pengibar Sang Saka Merah Putih seusai pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945:
1. Latief Hendraningrat
Pria yang memiliki nama lengkap Raden Mas Abdul Latief Hendraningrat ini lahir di Jakarta pada 15 Februari 1911. Ia dikenal sebagai seorang prajurit Pembela Tanah Air (Peta). Latief pun aktif melawan penjajahan yang dilakukan oleh Jepang.
Baca Juga: Rencana Gelar Bulan Bedah Anak Nasional 2024, PERBANI Audiensi ke Wakil Menkes
Awalnya Latief merupakan anggota dari Peta hingga akhirnya ia menjadi komandan kompi dan berpangkat sudanco.
Pangkat tersebut berada di bawah pangkat tertinggi pribumi yakni daidanco atau komandan batalion.
Latief sendiri menjadi anggota Peta yang bertanggung jawab atas peristiwa Rengasdengklok.
Berkatnya, Soekarno dan Hatta bisa aman dalam perjalanan ke Rengasdengklok dan terhindar dari pantauan Jepang.
Baca Juga: Disdik Depok Tegaskan Ilegal Daycare Milik Influencer Parenting Penyiksa Anak
Selain itu, menjelang pelaksanaan proklamasi kemerdekaan, Latief mendapat tugas khusus dari Soekarno untuk mengamankan lingkungan sekitar rumah Soekarno.
Tugas Latief tersebut termasuk berat karena harus bertanggung jawab atas keamanan lokasi dan kelancaran pelaksanaan proklamasi.
Menjelang pukul 10.00, Latief mengawal Soekarno dan Hatta ke lokasi pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Baca Juga: Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Barat Raih Best of The Best ENSIA Award 2024
Usai pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan, Latief mengibarkan Sang Saka Merah Putih bersama S Suhud dan SK Trimurti.
Hal unik yang terjadi pada saat pengibaran bendera adalah Latief menggunakan seragam tentara Jepang karena beliau merupakan prajurit Peta.
2. S. Suhud
Suhud Sastro atau S Suhud ini adalah anggota dari Barisan Pelopor yang menjadi pengawal rumah Soekarno.
Bertepatan pada 17 Agustus 1945, Barisan Pelopor ini memiliki tugas untuk menyiapkan tiang bendera. Saat itu, Suhud dan Barisan Pelopor telah membuat tiang bendera dari bambu.
Pada saat proklamasi, Suhud bertanggung jawab membantu Latief Hendraningrat dalam mengibarkan Sang Saka Merah Putih. Tugas spesifik dari Suhud adalah mengambil Sang Saka Merah Putih dari baki kemudian mengikatkannya ke tali pada tiang bambu.
Setelah itu, Latief menggerek Sang Saka Merah Putih sampai ke atas tiang. Seraya mengerek bendera, semua tokoh dan peserta yang hadir menyanyikan lagu "Indonesia Raya".
3. Surastri Karma (SK) Trimurti
Surastri Karma Trimurti atau biasa disingkat SK Trimurti merupakan salah satu sosok perempuan pengukir sejarah.
Dia merupakan sosok yang menentang budaya feodalistik yang membiasakan bahwa perlakuan diskriminatif terhadap perempuan itu hal yang biasa.
Perempuan ini memiliki tekad yang kuat untuk menuntut ilmu dan menjadi seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi.
Sehingga, dia tak bisa disepelekan dan dibuat semena-mena hanya karena ia seorang perempuan.
Beruntungnya, Surastri berasal dari kalangan berada sehingga dia dimasukkan oleh sang ayah ke Tweede Inlandsche School.
Baca Juga: Inilah Daftar Harga BBM Non Subsidi Pertamina, Pertamax Tetap
Kemudian dia melanjutkan pendidikannya ke Meisjes Normaal School atau Sekolah Guru Putri. Berkat pendidikannya dan kecerdasannya, Surastri menjadi guru di sekolah tersebut.
Beberapa kali Surastri dipindahkan tugas mengajarnya ke beberapa tempat. Di sela-sela waktunya mengajar, Surastri pun aktif dalam organisasi dan memiliki rasa penasaran yang tinggi tentang dunia politik. Dia sangat kritis menanggapi suasana politik yang ada pada masa itu.
Selain pernah menjadi guru, Surastri dikenal sebagai jurnalis yang tulisannya kritis dan antikolonial.
Baca Juga: Anggota DPP Jakarta Berharap Nakes Non ASN Bisa Diangkat P3K Sesuai UU No 20/2023
Dalam menuliskan artikel tentang kolonial, Surastri menggunakan nama samaran untuk menghindari penangkapan.
Tak hanya memuat tulisan di media massa, Surastri pun membuat dua buku berjudul A.B.C Perdjuangan Buruh dan Hubungan Pergerakan Buruh Indonesia dengan Pergerakan Kemerdekaan Nasional. (***)