Meja Panjang Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin dan Nasib Para Sastrawan
Meja Panjang Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin dan Nasib Para Sastrawan
Oleh: Fanny Jonathans Poyk*
ruzka.republika.co.id--Hadir di acara Meja Panjang Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin Taman Ismail Marzuki (TIM), selalu ada hal-hal baru yang mengasyikkan untuk diperbincangkan dan direnungkan.
Obrolan masih seputar sastra, komunitas-komunitas teater, nasib para pelaku sastra dan kesenian lainnya. Pembicaraan juga berkaitan dengan dana untuk komunitas, yayasan, para pelaku seni, sastra dan budaya. Dan, nasib para pelaku seni juga sastra ke depannya.
Para pembicara yaitu Anton Kurnia, Ahmadun Yosi Herfanda, Nuyang Jaimee dan moderator Romo, mengungkapkan segala permasalahan yang berkaitan dengan nuansa sastra atau dunia literasi sejak beberapa dekade hingga era milenial dan minat baca di kalangan generasi muda.
Baca Juga: Ikutan Yuk! Lomba Foto dan Tulisan Anugerah Pewarta Astra 2023, Hadiahnya 4 Motor Honda CBR250RR
Pendanaan untuk segala kegiatan sastra sesungguhnya ada dan bisa diterima oleh komunitas, yayasan atau lembaga yang bergerak di bidang literasi, teater dan kebudayaan.
Tujuannya untuk menggerakkan sastra serta seni di kantong-kantong atau komunitas-komunitas sastra di Indonesia, asal sudah memiliki lembaga yang sesuai hukum, ada NPWP, yayasan dan bentuk kegiatan yang sudah berjalan dan dikelola dengan baik.
Dewan Kesenian Jakarta yang diketuai oleh Anton Kurnia, di mana anggotanya Imam Maarif serta Ni Made yang hadir di acara Meja Panjang yang digagas oleh Dapur Sastra Jakarta, menjelaskan bahwa dana bisa diperoleh asal persyaratan yang sudah ditentukan itu bisa dipatuhi oleh para pelaku sastra dan komunitas seni serta budaya.
Baca Juga: Bergaya Klasik dan Anggun ala Mahasiswa Amerika Jadul Dengan Preppy Style
Semoga bincang-bincang ini menemukan solusi seperti yang diharapkan para seniman khususnya mereka yang bergerak di dunia sastra.
Sebab, sejak zaman sastrawan almarhum Gerson Poyk, Darmanto Jatman, Danarto, dan sastrawan terkenal lainnya, idealisme yang mereka jalani bersama dunia sastra masih memiliki pola yang sama.
Berjalan sendiri-sendiri, dari dia dan untuk dia, bukan untuk mereka di luar sastra serta jalur seni lainnya. Mereka yang memiliki link untuk melebarkan sayap sastra ke kancah literasi internasional masih berkutat dengan 'circle' mereka sendiri.
Banyak dari kantong-kantong komunitas seni, sastra, teater dll, berjalan secara independent atau indie, yaitu mengadakan kegiatan atau menerbitkan buku/novel dengan biaya secara pribadi alias sendiri-sendiri.
Padahal tujuan kegiatan yang mereka lakukan mulia untuk membangkitkan kembali minat baca dan seni di kalangan anak-anak sekolah dan generasi muda.
Kelompok akar rumput masih memiliki semangat untuk menggugah generasi muda mencintai dunia kata yang bagi sebagian orang 'kering' dan minim materi.
Mereka yang masih mencintai dunia literasi juga seni, tak pernah patah semangat untuk menumbuhkan kembali minat baca generasi muda yang saat ini lebih mencintai Handphone/gadget dan bentuk media sosial lainnya.
Semoga kegiatan Meja Panjang yang bertujuan untuk membuka cakrawala generasi muda agar kembali mencintai buku dan dunia baca, secara perlahan dapat membuat mereka kembali ke ranah kata, kalimat dan anak kalimat.
Baca Juga: Kerajaan Malaysia Tertarik Program Ketahanan Keluarga Pemkot Depok
Sebab apabila kita berkata tentang Shakespeare maka kiblat para penikmat bacaan sastra akan mengarah ke negara Inggris. Bicara tentang Hemingway pikiran para pembaca sastra dunia akan ke negeri Paman Sam, Amerika.
Dan kita, bila berbicara tentang Pramudya Ananta Toer, mungkin banyak dari mereka yang berada di luar dunia sastra atau generasi muda masa kini tak tahu siapa dia. Miris....
*Penulis merupakan wartawan senior, penulis cerpen, penulis puisi dan novelis.