Rethinking Your Legacy
RUZKA REPUBLIKA -- “Ingatlah! Bahwa dari dalam kubur, suara saya akan lebih keras daripada dari atas bumi”. (Tan Malaka)
Ungkapan Tan Malaka, seorang muslim revolusioner, penulis buku “Madilog” (Materialisme, Dialektika dan Logika) itu tergiang-ngiang di kepala.
Persis terngiang saat saya berdiri dari kejauhan. Memandang seseorang diberangkatkan ke peristirahatan terakhir disaat usia masih cukup muda. Saya hanya bisa mendoa, agar diberikan tempat terbaik disisiNya. Itu saja.
Kabar baiknya, Bismillah, beliau lega dan tenang disisiNya. Kenapa? Telah disalatkan pada sebuah sekolah Islam dan beliau salah satu pendirinya. Sebuah legacy (warisan) amal terbaik sudah tertunaikan. Menjadi salah satu bekal amal menghadapNya.
Dalam perjalanan pulang. Saya teringat peristiwa diri sendiri, sudah beberapakali nyaris mati. Terjebur di kolam renang dalam, overdosis, dan dua kali kecelakaan. Kabar baiknya, masih bisa bernafas sampai sekarang.
Saya berpikir, kira-kira legacy (warisan) apa yang bisa ditinggalkan disisa umur ini? Dan saya kira, ini juga pikiran banyak orang. Yang menyadarinya.
Baca Juga: Peristiwa Kebakaran di RS Citra Arafiq Depok, 4 Unit Damkar Dikerahkan
Dalam bukunya, The 8th Habit (2004), mendiang Stephen Covey pernah mengatakan bahwa secara asali, manusia memiliki empat panggilan berikut, yakni: to live (hidup), to learn (belajar), to love (mencintai), dan yang terakhir, to leave a legacy (meninggalkan legacy).
Hidup, belajar dan mencintai tentu sebuah proses dan hasilnya tak lain tak bukan tentu meninggalkan legacy (warisan) terbaik.
Menengok sejarah peradaban Islam. Apa yang diwariskan para Nabi? Rasulullah mengatakan:
Baca Juga: TMMD ke-121 di Depok Berlangsung 1 Bulan, Digelar Sejumlah Kegiatan Fisik dan Non Fisik
“Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan emas maupun perak, yang mereka wariskan hanyalah ilmu. Maka barangsiapa yang mengambilnya sungguh dia telah mengambil bagian yang sempurna.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
Nabi mewariskan Ilmu. Begitu juga ulama berikutnya, mewariskan ilmu dalam bentuk kitab-kitab. Dalam bentuk buku-buku. Menulis buku dan kitab merupakan salah satu upaya intelektual dari para ulama terdahulu.
Hal itu dilakukan dalam rangka mewariskan ilmu pengetahuan kepada generasi selanjutnya.
Baca Juga: Ini Jadwal Layanan Jemput Bola Disdukcapil Depok Terkait Perekaman E-KTP di Sekolah
Ulama-ulama seperti Imam Al-Ghazali, Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Imam Nawawi, Yusuf Qhardawi dan banyak lagi, telah menulis berbagai buku yang menjadi sumber ilmu dan rujukan bagi umat Islam hingga kini.
Mereka tidak hanya menulis tentang agama, tetapi juga tentang berbagai bidang pengetahuan lainnya seperti sains, filsafat, dan sejarah.
Seperti sahabat Ali bin Abi Thalib mengatakan “Ikatlah Ilmu dengan Menuliskannya”. Begitulah tradisi intelektual yang menjadikan Islam menuju kejayaannya, bukan dengan yang lain.
Baca Juga: Keren! UI dan Seniman Batik Kembangkan 3 Motif Batik Khas Lereng Timur Merapi dan Merbabu
Maka, saya teringat ceramah Ustad Walid dalam kajian orang tua santri, “Pendidikan yang menjauhkan anak-anak dari buku pasti pendidikan yang keliru, kurikulumnya pasti salah”. Maka, buku dan menulis mesti akrab dalam keseharian kita.
Mungkin ada 2 legacy (warisan) yang bisa kita tinggalkan. Dengan wakaf harta (amal jariyah) atau dengan buku (ilmu). Keduanya kita bisa ambil secara bersamaan sesuai kemampuan. Khusus warisan ilmu, saya kira, semua bisa mengusahakannya, minimal menghasilkan satu buku sepanjang hidup.
Sebagai penyemangat, terakhir, kita kutipkan beberapa ujaran tokoh terdahulu. Sayyidina Ali ra beliau berkata; “Semua orang akan mati kecuali karyanya, maka tulislah sesuatu yang akan membahagiakanmu di akhirat kelak.”
Baca Juga: Disdik Depok Imbau Warga Manfaatkan Beasiswa KDS
Atau ucapan Imam al-Ghazali; “Kalau kamu bukan anak raja dan bukan anak ulama besar maka menulislah (jadilah penulis).”
Atau kita bisa juga melihat perkataan (Alm) Kyai Ali Mustafa Yaqub Imam Besar Masjid Istiqlal yang lurus. Beliau pernah berkata: ????? ??????????? ?????? ?????????? ???????????, dari sana kita dapat menyimpulkan bahwa menulis adalah suatu pekerjaan yang tak akan lekang oleh zaman, tak memandang status sosial dan buah dari karya tersebut tak akan pernah surut oleh perputaran peradaban. (***)
Penulis: Yons Achmad
Penulis | Pembicara | Pencerita
(Storyteller. Founder Brandstory Indonesia)