Peluncuran Novel Depok, Tentang Ibuku, Kota Depok, Feminisme, Filsafat Kehidupan, dan Cinta
ruzka.republika.co.id--Peluncuran novel yang diberi judul Depok (Tentang Ibuu, Kota Depok, Feminisme, Filsafat Kehidupan dan Cinta) yang dikarang oleh Fanny Jonathans Poyk (Fanny J. Poyk) berlangsung di Kolong Fly Over Depok yang disingkat Koloni Seniman Ngopi Semeja, Sabtu (30/09/2023).
Para pembicara berkaitan novel tersebut terdiri dari A.N Jonathans (Ketua Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein periode 1982-1985, Sihar Ramses Simatupang (Dosen/Sastrawan Mantan Pemimpin Redaksi Koran Sinar Harapan) dan Badri AQ (Penyair) sebagai pemandu.
Para pembicara dari novel tersebut, menggambarkan situasi novel di era sebelum kemerdekaan, pada saat Depok dibentuk oleh seorang Belanda keturunan Prancis yang bernama Cornelis Chastelein. Ia adalah seorang akuntan yang bekerja di VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie).
Baca Juga: Ini yang Disampaikan Guru Besar FEB UI, Ada 5 Hal Penting dalam Kebijakan Moneter dan Keuangan
Di dalam buku karangan Ronald M. Jonathans yang berjudul Cornelis Chastelein Sang Penemu Depok, dituturkan bahwa sosok akuntan VOC tersebut membeli tanah di Depok lalu mempekerjakan para budak yang ia ambil dari seluruh provinsi yang ada di Indonesia.
Beberapa dekade kemudian, Cornelis Chastelein memutuskan untuk membebaskan para budak dan memberikan tanah-tanah yang mereka garap di Depok. Pembebasan ini sesuai dengan surat wasiat yang ditulis Cornelis pada 13 Maret 1714.
Inilah cikal-bakal berdirinya Kota Depok.
Dari sisi penulisan sastra, menurut Sihar Ramses Simatupang, novel ini memiliki alur cerita yang unik.
Baca Juga: Puluhan Orang ikuti Operasi Katarak dan Bibir Sumbing Gratis di RSUI
Kisah fiksi dengan penulisan alur cerita maju, mundur, lalu maju lagi, ditambah dengan kekuatan imajinasi dan cuplikan tentang filsafat kehidupan, feminisme, sejarah penjajahan di Indonesia, serta peta kota Depok sekarang, menjadikan novel bagai sebuah tulisan esai yang panjang.
Jika dikemas lagi dengan menukik pada kisah-kisah kemanusiaan dari tokoh utama di mana sang suami dibunuh oleh entah siapa, maka kisah kemanusiaan yang ada di dalam novel, akan semakin kuat.
Menurutnya sebagai seorang cerpenis, Fanny J. Poyk sangat menguasai teknik bertutur yang lihai bermain di ranah kata-kata.
Baca Juga: Sinopsis Film Horor Di Ambang Kematian, Usaha Gadis Muda Memutus Rantai Pesugihan Keluarganya
Melalui cerpen-cerpennya yang kuat berbicara tentang kehidupan sosial kemasyarakatan, kehidupan marginal, maka novel Depok yang bisa dikategorikan juga sebagai novel sejarah yang ditulis dengan gaya bahasa yang jernih dan mudah dipahami.
Sedangkan pada kesempatan untuk melakukan tanya-jawab, beberapa seniman, sastrawan dan penggiat sastra melakukan ragam pertanyaan yang lebih mengarah ke pembedahan isi novel serta masukan yang lebih menukik lagi berkaitan dengan penulisan sebuah novel bersetting sejarah.
Seperti apa yang diucapkan oleh Tatan Daniel, seorang penulis dan pemerhati seni, ia memberi masukan bahwa akan lebih bervariatif jika nov setiap penulis bisa membuat cerita tentang lingkungan sekitar tempat tinggalnya.
Seperti kisah yang ditulis oleh pengarang asal Turki Ferit Orhan Pamuk yang karyanya pernah memenangkan hadiah Nobel. Orhan menggambarkan kisah-kisah di sekeliling tempat tinggal dan kotanya dengan sangat teliti, sehingga dari kisah-kisah itu terdata dengan jelas bagaimana situasi yang ada di sekeliling tempat tinggal serta kotanya.
Diskusi yang berkaitan dengan peluncuran novel Depok ini, juga menyinggung tentang lokasi atau tempat penyelenggaraan serta perhatian Pemda setempat.
Menurut Octa Maheska, seorang sutradara film, penggiat sastra dan teater yang kerap menjadikan Taman Ismail Marzuki sebagai tempat untuk berkreasi, novel Depok karangan Fanny J. Poyk harus juga diluncurkan di suatu tempat dengan ruang dan para peserta yang tidak hanya dihadiri oleh para sastrawan, penyair, dosen, serta penggiat seni, namun juga para pejabat daerah atau Pemda, dalam hal ini Pemkot Depok.
Baca Juga: Gelaran Istana Berbatik, Tunjukan Budaya Indonesia Makin Mendunia
Sebab novel yang berkisah tentang era Depok dahulu dan kini dengan mengulas secara detail keberadaan Kota Depok, sangat perlu diketahui oleh mereka juga para pelajar dan penggiat literasi di seluruh Indonesia. Jadi, peluncuran buku itu tidak hanya diadakan di koloni fly over, namun juga di gedung dengan penampilan fisik yang nyaman dan dibahas dengan lebih serius lagi.
Sedangkan menurut Devie Matahari dari Sanggar Matahari, Novel Depok merupakan terobosan baru yang dilakukan si penulis untuk mengungkapkan perjalanan sebuah era dengan mengisahkan secara detail genre dari era tersebut secara lebih jelas, meski kemasan dari isi novel lebih dominan pada fiksi.
Dan, menurut Nuyang Jaimee pendiri sebuah sanggar teater di Bekasi, ia berharap novel tentang Depok ini bisa membangkitkan kembali minat baca para generasi muda milennial yang kini lebih tertarik pada Handphone/gadget-nya ketimbang buku.
Baca Juga: Ikutan Yuk! Lomba Foto dan Tulisan Anugerah Pewarta Astra 2023, Hadiahnya 4 Motor Honda CBR250RR
Beberapa penyair seperti Rias yang juga dosen FIB Universitas Indonesia (UI) menyampaikan nukilan tentang novel tersebut dengan membacakan bagian dari isi bab yang ada di novel melalui gaya monolog.
Para sastrawan yang hadir memberikan apresiasi dengan terbitnya Novel Depok tersebut. Beberapa peserta yang sekilas membaca novel dengan harga 75 ribu rupiah dan dicetak secara Indie atau independen/pribadi oleh si penulisnya, mengungkapkan bahwa mereka menjadi tahu seperti apa Depok sebelum berubah menjadi kota satelit seperti sekarang.
Mereka berharap, ruang sastra dan kesenian memperoleh perhatian yang lebih serius lagi dari pemerintah, khususnya Pemkot Depok. Sebab kota yang dulunya sejuk, tenteram dan tenang ini juga menjadi gudang para seniman dan sastrawan yang berkualitas, seperti almarhum Gerson Poyk dan Rendra, mereka pernah menjadikan Depok sebagai tempat untuk menetap. (***)
Penulis: Fanny J Pyok