Info Kampus

Ini yang Disampaikan Guru Besar FEB UI, Ada 5 Hal Penting dalam Kebijakan Moneter dan Keuangan

Guru Besar FEB UI, Prof Dr Telisa Aulia Falianty, S.E., M.E.

ruzka.republika.co.id--Universitas Indonesia (UI) kembali mengukuhkan dua guru besar dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), di Balai Sidang Kampus UI Depok, Sabtu (30/09/2023). Satu di antaranya adalah Prof. Dr. Telisa Aulia Falianty, S.E., M.E., yang ditetapkan sebagai guru besar bidang Ilmu Ekonomi Moneter.

Rektor UI Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D, memimpin langsung upacara pengukuhan ini dan disiarkan secara virtual melalui kanal YouTube UI dan UI TV.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Dalam pidato pengukuhan Prof Telisa dengan judul "Adaptasi Kebijakan Moneter dan Sektor Keuangan di Era Dekarbonisasi, Digitalisasi, Multipolar Currency, dan Transformasi: Menuju Indonesia Emas 2045”, bahwa kebijakan moneter dan sektor keuangan sangat berperan penting untuk meminimalkan risiko-risiko dalam dunia perbankan/keuangan, serta memberi perlindungan terhadap dana masyarakat yang ada pada lembaga keuangan.

"Dengan tujuan mencapai stabilitas ekonomi termasuk stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan, kebijakan moneter perlu bersifat responsif dan adaptif di tengah tantangan global dan nasional yang semakin kompleks," jelasnya.

Baca Juga: Puluhan Orang ikuti Operasi Katarak dan Bibir Sumbing Gratis di RSUI

Untuk itu, lanjut Prof Telisa, bahwa terdapat lima hal penting yang perlu diperhatikan untuk kebijakan moneter dan keuangan menuju Indonesia Emas 2045. Pertama, Kolaborasi harus diperkuat antara otoritas moneter dan sektor keuangan melalui transisi dari sisi konvensional ke arah digitalisasi dan juga ekonomi hijau.

"Promosi terkait investasi rendah karbon dan kolaborasi dengan berbagai stakeholder merupakan hal yang penting untuk mengelola risiko terkait iklim. Selain itu, Pemerintah maupun masyarakat harus bersiap dengan perubahan sektor keuangan ke arah digitalisasi dengan memprioritaskan keamanan dan data privasi," paparnya.

Kedua, kebijakan moneter dan sektor keuangan perlu menyesuaikan tren dekarbonisasi dan penerapan environmental social and governance (ESG) dengan mengukur dan menilai risiko keuangan yang dapat timbul dari perubahan iklim dan ESG faktor lainnya.

Baca Juga: Sinopsis Film Horor Di Ambang Kematian, Usaha Gadis Muda Memutus Rantai Pesugihan Keluarganya

Selain itu, perlunya menentukan strategi dan langkah-langkah kebijakan yang efektif untuk mengurangi risiko keuangan dari iklim perubahan dan faktor ESG lainnya.

"Kemudian, perlu dipastikan bahwa otoritas moneter dan regulator sektor keuangan memahami dan menilai ruang lingkup dan ukuran dari risiko yang timbul untuk stabilitas keuangan dari tantangan sosial dan lembaga keuangan, serta menghindari terjadinya greenwashing," terang Prof Telisa.

Ketiga adalah kebijakan moneter dan sektor keuangan sesuai dengan amanah baru UUNo 4 Tahun 2023 harus mampu berdaptasi dan bertransformasi di era transformasi ekonomi nasional dengan Visi Indonesia 2045 menuju negara yang berdaulat, maju, dan berkelanjutan.

Baca Juga: Gelaran Istana Berbatik, Tunjukan Budaya Indonesia Makin Mendunia

Koneksi/nexus yang belum optimal antara sektor moneter dan sektor riil perlu terus ditingkatkan melalui insentif/disinsentif level of playing field yang sama antara sektor moneter/keuangan dengan sektor riil dan mendorong terus intermediasi dari sektor keuangan dan riil yang sehat dan berkelanjutan.

"Namun kuncinya adalah financial development dan inovasi yang terkendali dengan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan, berdaya tahan terhadap serangan siber, menjaga keamanan dan privasi data, memperhatikan kesiapan masyarakat dari berbagai kelompok pendapatan, serta prinsip kemanfaatan bahwa harus tetap bermanfaat untuk mendukung kesejahteraan masyarakat secara komprehensif,” ungkap Prof Telisa yang mengemukakan hal penting yang keempat.

Terakhir, kebijakan moneter dan keuangan harus juga agile terhadap peningkatan ketidakpastian global, banyaknya anomali, dan geopolitik dan geoekonomi yang terfragmentasi, termasuk multipolar currency world.

Indonesia tetap harus on going untuk mengurangi ketergantungan hanya kepada satu mata uang dan tetap mendorong Rupiah dan suku bunga menuju tingkat ekuilibrium yang lebih baik untuk mendukung agenda pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat.

Kebijakan moneter tidak hanya bisa rigid pada pencapaian stabilitas inflasi dan sistem keuangan saja, tetapi perlu memikirkan keberlanjutan di sektor riil dengan mengoptimalkan koordinasi, harmonisasi, dan sinkronisasi.

Baca Juga: Meja Panjang Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin dan Nasib Para Sastrawan

Kemudian, membantu membentuk ekosistem yang terintegrasi dan memberikan kesempatan bagi semua stakeholder yang relevan, menjadi kata yang sangat kritikal.

"Ke depan, marilah kita mulai untuk terus adaptif dan bekerja keras serta bersinergi untuk mencapai cita-cita mulia, mewujudkan nilai tambah yang semakin baik untuk pribadi, keluarga, bangsa, dan negara," terang Prof Telisa.

Akhirnya, lanjut Prof Telisa, pembangunan berkelanjutan itu adalah sebuah realitas dan keniscayaan, mewarisi anak cucu dengan stabilitas moneter dan keuangan yang lebih baik, dengan masyarakat yang lebih sejahtera lahir batin.

"Masyarakat yang menikmati semua hasil inovasi dan pembangunan di sektor keuangan dan riil sekaligus menikmati keseimbangan alam yang lestari,” ucapnya.

Baca Juga: Ikutan Yuk! Lomba Foto dan Tulisan Anugerah Pewarta Astra 2023, Hadiahnya 4 Motor Honda CBR250RR

Prof Telisa menyelesaikan pendidikan Sarjana Ekonomi, Jurusan Ilmu Ekonomi di FEB UI, pada. 2001. Lalu, berhasil meraih gelar Master Ilmu Ekonomi di FEB UI, pada 2003. Kemudian, masih di kampus yang sama dia meraih gelar doktor Ilmu Ekonomi, pada 2006.

Prof Telisa juga telah menghasilkan berbagai karya ilmiah yang telah dipublikasikan di berbagai jurnal, baik internasional dan nasional dan juga beberapa buku ajar.

Jurnal yang telah dipublikasikan dalam beberapa tahun terakhir, di antaranya berjudul Monetary and Macroprudential Policy through Risk-Taking Banks inIndonesia (2023), Pop Culture, Global Investment, and Social Inequality (2023) dan Property Price,Capital Inflows, And Financial System Stability In Asean-5 Economies: A Simultaneous Analysis (2022).

Reporter: Agnesya Ayu/Dwi Retno Sari

Berita Terkait

Image

UI Dorong Wirausaha Muda yang Bijak Finansial lewat Cips Learning Hub Goes to Campus

Image

1 dari 3 Orang Indonesia Idap Hipertensi

Image

Ini yang Harus Dicermati Hadapi Godaan Pinjol