PPM UI Gelar Webinar Budaya Literasi Finansial DKM di Kota Depok, Ungkap Cara Pengelolaan Masjid
ruzka.republika.co.id--Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia. Indonesia juga negara dengan jumlah masjid terbanyak di dunia. Masjid-masjid di Indonesia jika dikelola dengan baik, tentu dapat berkontribusi besar dalam meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
Selain itu, organisasi pengelola masjid di Indonesia diberi nama Dewan Kemakmuran Masjid (DKM). Nama tersebut relevan dengan tujuan DKM untuk menjadikan masjid sebagai pusat pemberdayaan umat.
Demikian latar belakang diselenggarakannya webinar bertajuk “Budaya Literasi Finansial Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) di Kota Depok, pada Sabtu 14 Oktober 2023.
“Namun sayang, banyaknya masjid di Indonesia baru sekedar jumlah,” ujar Ketua Tim Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) UI, Dr Ade Solihat, M.A.
Baca Juga: MotoGP Mandalika 2023 Berlangsung Sukses, Beban Kelistrikan Capai 309 MW
Menurut Ade, keberadaan masjid belum memperlihatkan perannya sebagai pusat pemberdayaan umat. Bahkan, banyak masjid yang sepi dari jamaah shalat. Tim PPM UI memandang perlu disosialisasikan gerakan literasi finansial kepada Dewan Kemakmuran Masjid (DKM).
"Tingginya kesadaran umat dalam bersedekah di masjid merupakan potensi besar dalam pembiayaan pembangunan masjid sebagai pusat pemberdayaan umat. Ini memerlukan pengurus DKM yang cekatan dan handal dalam menjalankan manajemen masjid," jelasnya.
Webinar yang bertujuan mensosialisasikan pentingnya literasi finansial kepada para DKM di kota Depok, Jawa Barat, ini menghadirkan empat narasumber yaitu Ustadz Muhammad Jazir ASP (Dewan Syuro Masjid Jogokaryan, DIY), Dr Leila Mona Ganiem (akademisi dan pakar komunikasi), Dr Banu Muhammad (dosen dan peneliti Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI) dan Dr. Bastian Zulyeno (Ketua Program Studi Arab FIB UI dan juga anggota Tim PPM UI).
Baca Juga: Good Bye Kulit Kusam, Ini 4 Tips Bikin Kulit Lebih Cerah
Ustadz Muhammad Jazir ASP menyampaikan, bahwa ada kesalahan dalam pengelolaan masjid-masjid di Indonesia pada umumnya. Banyak masjid yang hanya digunakan untuk shalat. "Masjid hanya memiliki imam shalat, tetapi tidak memiliki imam masjid,” ucapnya.
Lanjut Ustadz Jazir, imam shalat harus dibedakan dengan imam masjid. Imam shalat hanya memimpin shalat. Tugasnya selesai setelah memimpin shalat berjamaah. Ia tidak memikirkan kondisi para jamaah yang shalat itu. Apakah kondisi kesehatannya baik? Apakah ekonominya baik?
"Sedangkan imam masjid adalah seorang manajer masjid. Imam masjid memikirkan pengelolaan masjid, termasuk mengangkat peran masjid dalam membangun dan menyejahterakan umat,” terangnya.
Baca Juga: Apa Perbedaan Kecerdasan Buatan dan Manusia?
Ustadz Jazir yang pernah mengemban amanah sebagai imam masjid Jogokaryan Yogyakarta menjelaskan strategi yang dijalankannya dalam mengelola masjid. Dengan mengusung moto Dari Masjid Membangun Umat, dengan menjalankan tiga langkah, yaitu pemetaan, pelayanan, dan pemberdayaan.
Langkah pemetaan dijalankan dengan mendata jumlah warga muslim yang tinggal di sekitaran kampung Jogokaryan.
Nama masjid itu memang mengambil nama kampung tempat masjid itu berada. Dalam pemetaan awal, terdata 2.642 jiwa muslim dari keseluruhan warga kampung Jogokaryan yang berjumlah 2.973. Dari jumlah tersebut, terdata 816 warga yang belum shalat berjamaah di masjid.
Selanjutnya, berdasarkan data tersebut, masjid Jogokaryan menjalankan program Menshalatkan Orang Hidup, artinya mengajak warga sekitar yang belum shalat untuk shalat di masjid.
Baca Juga: Begini Cara Antisipasi Berbagai Penyakit Akibat Pencemaran Udara
Bagi yang belum bisa shalat, diberikan pelatihan shalat sampai warga itu tidak malu melakukan shalat dan memahami pentingnya shalat berjamaah di masjid. Dengan gerakan mengajak warga untuk shalat di masjid, pada 2019 tersisa hanya 27 warga yang belum shalat di masjid.
“Terpanggilnya warga sekitar untuk shalat di masjid menciptakan kohesivitas sosial,” terang Ustadz Jazir.
Ia melanjutkan, pemetaan juga mencakup data potensi kebutuhan, peluang, tantangan, kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh setiap jamaah dan juga masjid Jogokaryan. Kemudian Masjid Jogokaryan memberikan pelayanan berdasarkan pemetaan tersebut.
Baca Juga: DPRD Kabupaten Bogor Minta Satpol-PP Tertibkan APK yang Mengganggu Masyarakat
Pengurus DKM menyediakan fasilitas yang memberikan kenyamanan bagi jamaah. Infak dan sedekah jamaah dikembalikan dalam bentuk penyediaan fasilitas masjid yang bersih dan nyaman.
Jamaah Jogokaryan bukan hanya dari warga sekitar, namun juga datang dari masyarakat di luar kampung ini, baik untuk melakukan shalat berjamaah, mengikuti kajian keagamaan yang diselenggarakan oleh DKM.
"Setiap waktu shalat dan berbagai kegiatan yang diselenggarakan, masjid Jogokaryan selalu didatangi oleh jamaah yang banyak, baik oleh warga sekitar maupun masyarakat di luar Jogokaryan. Kondisi masjid Jogokaryan yang selalu ramai menjadi fenomena menarik dan bahkan menjadi salah satu destinasi wisata religi di Yogyakarta," jelas Ustadz Jazir.
Lanjut Ustadz Jazir, bahwa Jogokaryan menerapkan prinsip “saldo infak nol”. Banyak masjid pada umumnya dengan bangga menginformasikan saldo infak yang besar.
Baca Juga: Meresahkan, Satpol PP Kota Depok Sedang Cari Pengemis Berkostum Pocong dan Kuntilanak
DKM Jogokaryan justru menghabiskan saldo infak. Infak dan sedekah dari masyarakat digunakan untuk menyediakan fasilitas masjid yang sebetulnya sangat sederhana ini menjadi tempat yang nyaman bagi jamaah dan warga sekitar. Pelayanan masjid melibatkan pengurus masjid yang digaji.
Namun, gaji ini tidak diambil dari infak dan sedekah. Masjid Jogokaryan membiayai tenaga operasional masjid dari hasil usaha, seperti penginapan, program pelatihan, dan lain-lain.
Berdasarkan pemetaan ekonomi, DKM Jogokaryan menjalankan program pemberdayaan umat, yang diberi nama program Jamaah Mandiri. Program ini antara lain: memberikan pinjaman modal usaha tanpa bunga, bantuan beasiswa, dan bantuan lainnya.
Namun, layanan dan bantuan yang diperoleh warga tidak membuat warga menjadi ketergantungan. Masjid Jogokaryan menyelenggarakan program yang dapat menumbuhkan kemandirian warga.
"Mereka yang semula terdaftar sebagai penerima bantuan atau mustahik, ditumbuhkan dan dibangun menjadi muzzaki (pemberi zakat dan sedekah)," ungkapnya.
Baca Juga: Pemkot Depok Imbau Ortu Bentengi Anak dari Perilaku Zina dan LGBT
Dengan program ini, Masjid Jogokaryan menjadi model masjid yang mandiri dan tidak tergantung kepada donasi jamaahnya. Pengurus DKM Jogokaryan dilarang keras meminta donasi kepada jamaah. Masjid hanya memfasilitasi untuk memudahkan jamaah bersedekah, termasuk amanah dalam pengelolaan dan penyalurannya.
"Demikianlah Jogokaryan menjadi model masjid yang makmur dan memakmurkan masyarakat sekitarnya," terang Ustadz Jazir.
Kehadiran Ustadz Jazir sebagai narasumber memang dimaksudkan untuk menyampaikan best practice pengelolaan masjid Jogokaryan yang fenomenal.
Baca Juga: Pemkot Depok Bagikan Buku Sirah Jalan Nabi ke 500 Anak Yatim dan Dhuafa
Peserta webinar yang terdiri dari para pengurus DKM masjid di wilayah Kota Depok memberikan atensi yang tinggi dan menanyakan bagaimana menarik jamaah, terutama generasi muda, untuk mau melaksanakan shalat di masjid.
Pertanyaan tersebut sejalan dengan materi kedua yang disampaikan Dr Leila Mona Ganiem, M.Si., seorang pakar komunikasi dan penulis buku Personal Social Responsibility (PSR).
Dr Mona memaparkan bahwa masyarakat Indonesia berkarakter gotong royong dan siap membantu. Karakter masyarakat ini perlu ditumbuhkan secara individual dengan PSR, yaitu menumbuhkan mindset, sikap dan perilaku ber-tanggung jawab sosial secara individu.
Baca Juga: Wakil Ketua MPR: Saatnya Indonesia Ambil Momentum Koreksi Penjajah Israel
"PSR penting dikembangkan di masjid-masjid sebagai salah satu strategi untuk melibatkan individu-individu di sekitar masjid, terutama generasi muda," tuturnya.
Sedangkan Dr Banu Muhammad, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI mengatakan, mengembangkan masjid yang melibatkan masyarakat (community engagement based mosque) merupakan strategi cerdas dalam pembangunan di Indonesia dengan masyarakat muslim yang dominan.
Terlebih menurut data, Kota Depok merupakan salah satu daerah di Jawa Barat dengan tingkat kemapanan yang tinggi. Masyarakat Kota Depok termasuk yang mudah untuk diajak terlibat dalam isu-isu yang berelasi dengan pembangunan masjid. Potensi ini perlu ditangkap oleh DKM.
"Oleh karena itulah, pengurus DKM perlu melakukan analisis SWOT untuk melihat kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats). Tentu masing-masing masjid memiliki kondisi SWOT yang berbeda. Berdasarkan analisis SWOT masing-masing itulah DKM menyusun program," jelasnya.
Menurut Dr Banu, masjid-masjid di Kota Depok penting dijadikan sebagai pusat pemberdayaan umat. Ada tiga kelemahan umum masjid-masjid di Indonesia, yaitu (1) banyak masjid belum menjalankan program secera terencana, (2) belum terbangunnya trust antara warga dengan pengurus DKM dan (3) kegiatan DKM masih mengandalkan infak dan sedekah dari jamaahnya, belum mengoptimalkan potensi masjid dan warga sekitarnya untuk lebih berdaya.
Ustadz Bastian Zulyeno, selaku kepala Program Studi Arab FIB UI, yang menjadi pembicara terakhir menyampaikan bahwa apa yang sedang disosialisasikan oleh Tim PPM UI, yang diketuai oleh Ustadzah Ade Solihat ini merupakan salah satu dari kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang sangat penting.
Baca Juga: Nur Mahmudi Surprise Bersilahturahmi ke Kantor PWI Kota Depok, Disuguhkan Singkong dan Jagung Rebus
Di Indonesia, masyarakat dan pemimpinnya gemar mendirikan masjid. Uniknya, masjid-masjid di Indonesia dikelola dengan keterlibatan masyarakat yang sangat tinggi.
Sebenarnya, dari pengalaman dalam banyak kunjungan ke wilayah Timur Tengah, Dr. Bastian, menyampaikan bahwa pengelolaan masjid di negara-negara Timur Tengah sangat memperlihatkan peran pemerintah yang dominan.
Ini berbeda dengan pengelolaan masjid di Indonesia. Masjid-masjid di Indonesia memperlihatkan kondisi yang unik, yaitu dikelola oleh masyarakat atau lembaga non pemerintah secara volunter.
Baca Juga: Unik, Wanita Kembar di Kota Depok Hamil Bersamaan, Ini Penyebabnya
Menurut Dr. Bastian, gerakan literasi finansial DKM ini jika terus dijalankan, dapat mengembalikan fungsi masjid seperti zaman keemasan peradaban Islam dahulu. Gerakan literasi untuk mengembalikan fungsi masjid sebagai pusat peradaban, penting untuk terus ditularkan.
Kegiatan pengabdian dan pemberdayaan masyarakat dengan menyebarkan budaya literasi finansial kepada DKM di kota Depok diapresiasi oleh Prof Riri Fitri Sari, Wakil Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), bidang Kesehatan, Pemberdayaan Perempuan, Anak, Pemuda dan Lansia. “Semoga kegiatan seperti ini dapat diteruskan dan berkelanjutan,” harap Prof Riri.
Baca Juga: Anggota Komisi VIII DPR RI Sebutkan Satu Kompleks Madrasah Negeri akan Dibangun di Kota Depok
Webinar yang dimulai pukul 09.30 berakhir pada pukul 12.00 WIB. Banyak peserta yang menuliskan harapannya di chat room, agar kegiatan webinar ini dilanjutkan dengan kegiatan lainnya, berupa pendalaman dan pelatihan tentang literasi finansial di masjid.
Betul, ini merupakan kegiatan awal untuk melihat atensi dari para pengurus DKM. “Tim sedang menyusun buku Panduan Literasi Finansial Masjid” untuk disebarkan kepada para pengurus DKM di Kota Depok dan juga pengurus DKM di wilayah lainnya," ujar Ade menutup acara webinar ini.