Solusi Atasi Masalah Lingkungan, UI Ajarkan Olah Limbah Jadi Ecobrick
RUZKA REPUBLIKA -- Desa Sukarame, Banten yang terkenal sebagai destinasi wisata keindahan alam yang memukau, belakangan ini dihadapkan pada tantangan lingkungan yang cukup serius, yakni peningkatan jumlah limbah plastik.
Peningkatan limpah plastik ini dapat mengancam kelestarian lingkungan dan tentunya kesehatan masyarakat setempat.
Untuk mencari solusi atas permasalahan tersebut, Tim Pengabdian Masyarakat (Pengmas) Universitas Indonesia (UI) melalui Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK) dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) menggagas sebuah program Edukasi Pembuatan Ecobrick (EPIK) 2024, pada Selasa (13/08/2024).
Baca Juga: Ki Dalang Bambang Soelistyo, Semarakkan Merti Dusun di Ringinsari: Lakon Wahyu Ketentreman
Di bawah bimbingan Ns Suryane Sulistiana Susanti, para mahasiswa merancang program edukasi yang tidak hanya sekadar mengajarkan cara pembuatan Ecobrick, tetapi juga menanamkan kesadaran akan pentingnya pengelolaan limbah plastik secara berkelanjutan kepada warga Desa Sukarame.
“Ecobrick bukan sekadar solusi biasa, ia adalah metode revolusioner yang mengubah sampah plastik menjadi sumber daya yang berharga. Secara sederhana, Ecobrick adalah botol plastik bekas yang diisi padat dengan berbagai jenis limbah plastik hingga mencapai tingkat kepadatan tertentu,” kata Ns Suryane dalam keterangan yang diterima, Ahad (01/09/2024).
Jadikan Limbah Bernilai Jual
Ia menambahkan, botol-botol ini kemudian dapat digunakan sebagai bahan bangunan yang kuat, serbaguna, dan ramah lingkungan.
Baca Juga: Dua Bacalon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok Lakukan Pemeriksaan Kesehatan di RSPAD Jakarta
Dengan Ecobrick, sampah plastik yang biasanya hanya menjadi beban lingkungan, kini bisa diubah menjadi produk bernilai ekonomi tinggi seperti kursi, meja, hingga struktur bangunan sederhana.
Lebih lanjut ia mengatakan, proses pembuatan Ecobrick tidak memerlukan peralatan atau keterampilan khusus, sehingga sangat mudah diterapkan oleh siapa saja.
Alat yang dibutuhkan hanyalah botol plastik bekas, sampah plastik bersih yang telah digunting kecil-kecil, dan kayu penekan untuk memadatkan sampah dalam botol.
Baca Juga: NET Meriahkan Depok, Gelar Lomba Masak Harganas dan Literasi Media Digital
Standar yang digunakan dalam pembuatan Ecobrick adalah dengan memastikan bahwa botol terisi penuh dan padat, dengan berat minimum mencapai sepertiga dari volume botol.
Sebagai contoh, untuk botol berukuran 600ml, berat Ecobrick yang dihasilkan harus mencapai 200 gram.
“Keunggulan lain dari Ecobrick adalah fleksibilitasnya. Produk-produk yang dihasilkan dari Ecobrick dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kreativitas masyarakat setempat. Diharapkan, ke depannya masyarakat dapat menjual hasil kreasi dari Ecobrick tersebut secara mandiri. Dengan demikian, gerakan ini tidak hanya berperan sebagai solusi pengelolaan limbah, tetapi juga sebagai sumber pendapatan baru bagi warga desa,” jelas Ns Suryane.
Baca Juga: Cegah Kekerasan, Tim Fakultas Psikolog UI Beri Pelatihan bagi Guru di Banyuwangi
Sementara itu, dengan melihat potensi besar yang dimiliki Ecobrick, berbagai pihak di Desa Sukarame, termasuk pemerintah desa dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), telah menyatakan dukungannya untuk melanjutkan inisiatif ini.
Salah satu rencana jangka panjang yang tengah digagas adalah pembentukan kelompok bank sampah desa yang akan berfokus pada pengumpulan dan pengolahan limbah plastik menjadi Ecobrick.
Kelompok ini nantinya diharapkan dapat bekerja sama dengan pemerintah setempat dan provinsi dalam mengembangkan program pengelolaan limbah yang lebih terstruktur dan berkelanjutan.
Baca Juga: Perusahaan Indonesia Terbaik Meraih Penghargaan GRC & Performance Exellence Award 2024
“Dengan adanya program ini, kami optimis Desa Sukarame bisa menjadi contoh bagi desa-desa lain dalam mengelola limbah plastik dengan cara yang kreatif dan berkelanjutan. Ecobrick membuka peluang besar bagi masyarakat tidak hanya menjaga kebersihan lingkungan, tetapi juga menciptakan nilai ekonomi dari sesuatu yang sebelumnya dianggap sampah,” jelas Hasan Basri, Direktur Eksekutif BUMDes Selat Sunda Sukarame.
Oleh karena itu, untuk mengembangkan potensi tersebut, Tim Pengmas UI bersama BUMDes Selat Sunda Sukarame berencana untuk mengadakan pelatihan lebih lanjut serta lokakarya yang melibatkan lebih banyak komunitas sekitar.
Program pelatihan ini bertujuan untuk memperluas pengetahuan tentang Ecobrick dan mengintegrasikan teknik ini ke dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk dalam pembangunan infrastruktur desa.
Baca Juga: Ketoprak Sambi Budoyo Pentaskan Kisah Putri Sedah Merah
Lebih dari itu, rencana pemasaran produk-produk berbasis Ecobrick juga tengah dipersiapkan, dengan harapan produk-produk ini dapat menarik minat pasar yang lebih luas.
Langkah tersebut akan memberikan dampak ekonomi yang nyata bagi masyarakat, sekaligus meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengelolaan limbah plastik di tingkat lokal maupun nasional.
Dalam jangka panjang, Ns Suryane menyampaikan bahwa program yang diikuti sekitar 30 warga Desa Sukarame ini diharapkan dapat memperkuat kesadaran akan pentingnya lingkungan yang bersih dan sehat serta memberdayakan masyarakat untuk mengambil peran aktif dalam pelestarian alam. Ecobrick adalah contoh nyata bagaimana pendekatan kreatif dalam pengelolaan limbah dapat membawa perubahan positif yang berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakat.
Baca Juga: Gunakan Teknologi Canggih, Efisien dan Ramah Lingkungan, PLN Operasikan PLTGU Tambak Lorok 779 MW
Plh Dekan FIK UI, Dessie Wanda, turut memberikan apresiasi yang tinggi terhadap program ini.
"Kami sangat bangga melihat antusiasme masyarakat Sukarame. Program ini tidak hanya memberikan solusi praktis terhadap masalah limbah, tetapi juga membuka mata masyarakat bahwa sampah plastik bisa diubah menjadi sesuatu yang bernilai. Ini adalah contoh nyata bagaimana pendidikan bisa memberdayakan dan membawa perubahan positif dalam masyarakat,” jelasnya.
Adapun Tim Pengmas UI terdiri atas 8 mahasiswa FIK, yaitu Ns Qurrata Aini, Ajeng Pribadi Salam, Fadly Rasyid Maulana, Tamara Khairina, Nabella Elva Shakila, Zahra Putri Prasetya, Choirunnisaa Wardhani dan Fikoh Farikhatun. Sementara itu, satu mahasiswa dari FMIPA adalah Annesa Hanabila. (***)