KY Masih Pelajari Dugaan Pelanggaran Etik Ketua PN Cibinong, Pihak Lukita Berharap Keadilan Ditegakkan
RUZKA REPUBLIKA – Ketua Pengadilan Negeri (PN) Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Nenny Yulianny diduga melakukan pelanggaran etik dalam memutus perkara perdata nomor 284/Pdt.G/2023/PN Cbi.
Dugaan pelanggaran etik ini telah dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) oleh Lava Sembada dan tim, selaku kuasa hukum pihak penggugat, Lukita Yosuardy Ong, pada Jumat, 28 Juni 2024.
"Pihak KY menyediakan waktu 14 hari kerja untuk mempelajari pengaduan kami," kata Lava Sembada, Sabtu (13/07/2024).
Tepat 14 hari setelah menyampaikan pengaduan, tim kuasa hukum Lukita Yosuardy Ong kembali mendatangi gedung KY, Jumat 12 Juli 2024.
Tim lawyer yang diketuai Thio Riyono ini hendak menanyakan progres pengaduan yang telah disampaikan ke KY 28 Juni lalu.
Hasil pengecekan, diperoleh penjelasan bahwa KY masih mempelajari dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Ketua PN Cibinong Nenny Yulianny.
"Berkas pengaduan masih dipelajari oleh KY," kata Surya, staf bagian pengaduan KY ketika ditemui tim kuasa hukum Lukita, Jumat 12 Juli 2024.
Surya menambahkan pihak KY kembali memberi waktu 14 hari kerja untuk mempelajari dugaan pelanggaran etik Ketua PN Cibinong Nenny Yulianny.
Baca Juga: Ini 5 Mitos Soal Anak Stunting Sering Muncul, Orang Tua Wajib Tahu Faktanya!
"Silakan datang kembali 14 hari ke depan," kata Surya seraya menyerahkan dokumen progres pengaduan di KY.
Dokumen terbaru yang diserahkan pihak KY adalah Informasi Perkembangan Penanganan Laporan nomor 0223/IP/LM.01/VII/2024.
Dokumen tersebut antara lain menyatakan bahwa laporan yang disampaikan kuasa hukum Lukita masih bersatu diverifikasi oleh tim KY.
Sebelumnya diberitakan, Ketua PN Cibinong Nenny Yulianny selaku ketua majelis hakim diduga mengabaikan fakta-fakta di lapangan terkait perkara perdata nomor 284/Pdt.G/2023/PN Cbi.
Baca Juga: DKR: Para Orang Tua Siswa Miskin Yang ditolak Bersekolah Menunggu Janji Istana
Lava Sembada menegaskan, objek gugatan perdata para perkara nomor perdata nomor 284/Pdt.G/2023/PN Cbi adalah 16 bidang tanah milik Lukita Yosuardy Ong. Seluruhnya telah dilengkapi sertifikat hak milik (SHM). Namun, 16 bidang tanah tersebut diklaim sebagai lahan pengembangan PT Sentul City Tbk.
Perusahaan pengembang ini mengaku sebagai pemilik sah 16 bidang tanah tersebut berdasarkan surat pelepasan hak (SPH) yang diterbitkan oleh camat setempat tahun 2000.
Lukita kemudian menggugat PT Sentul City di PN Cibinong. Gugatan Lukita disidangkan oleh majelis hakim yang diketuai Nenny Yulianny.
Baca Juga: Satlantas Polrestro Depok Tangani Tumpahan Solar di Jalan Juanda
Pada 4 Juni 2024, majelis hakim yang diketuai Nenny Yulianny mengambil keputusan yang menyatakan SHM 16 bidang tanah yang ada pada Lukita dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum.
Putusan ini menyiratkan bahwa PT Sentul City berhak atas 16 bidang tanah tersebut berdasarkan SPH tahun 2000. Putusan ini dianggap janggal karena SHM dikalahkan oleh SPH.
"Bagaimana bisa SHM dikalahkan oleh SPH," kata Lava Sembada. "Di sini kami menduga ada pelanggaran kode etik dan memilih melaporkan hal ini ke KY," imbuhnya.
Baca Juga: SD Silaturahim Gelar Open Day untuk Menyambut Orangtua Siswa Baru Tahun Pelajaran 2024/2025
Sementara koordinator tim pengacara Lukita, Thio Riyono menambahkan, ke 16 bidang tanah milik kliennya tersebut terdiri dari 11 bidang tanah bersertipikat SHM yang dibeli dari bank plat merah dan 5 sertipikat SHM lainnya di beli dari pemilik / ahli waris yang sah.
Thio menegaskan, sebelum dilakukan balik nama oleh Lukita, sertipikat-setipikat tersebut juga telah di cek keabsahannya oleh Notaris ke kantor desa dan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor I.
Thio membantah isi putusan PN Cibinong yang menyebut SHM Lukita tidak punya kekuatan hukum, padahal SHM adalah bukti kepemilikan yang paling kuat.
“Jadi jelas dalam perkara ini SHM adalah bukti paling kuat atas kepemilikan tanah, dibanding SPH,” tegasnya. (***)