Info Kampus

Ini Upaya Penanganan Sepsis Pediatrik untuk Cegah Kecacatan dan Kematian Anak

Prof. Dr. dr. Antonius Hocky Pudjiadi Sp.A(K).

ruzka.republika.co.id--Ketua Dewan Guru Besar (DGB) Universitas Indonesia (UI), Prof. Harkristuti Harkrisnowo, S.H., M.A., Ph.D., memimpin pengukuhan guru besar atas Prof. Dr. dr. Antonius Hocky Pudjiadi, Sp.A(K) di Bidang Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran UI (FKUI), Sabtu, (10/06/2023).

Pada pengukuhan yang dilaksanakan di Aula IMERI Kampus UI Salemba, Jakarta, Prof. Antonius membacakan pidato berjudul “Sepsis Pediatrik: Tantangan dan Optimisme”.

Sepsis merupakan gambaran klinis lebih lanjut dari infeksi yang disertai gagal organ dengan risiko kematian tinggi.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Sebuah studi global pada 2017 yang melibatkan 195 negara dan wilayah menemukan adanya 48,9 juta kasus sepsis dan 25,2 juta di antaranya sepsis pediatrik dan neonatal.

Kasus sepsis tertinggi terjadi di Sub-Sahara Afrika, Oceania, Asia selatan, Asia Timur dan Asia Tenggara, yang menimbulkan kematian hingga 11 juta jiwa atau sekitar 19,7% dari kematian global.

Diperkirakan 2,9 juta kematian terjadi pada usia balita dengan tiga penyebab utama, yaitu sepsis neonatus, sepsis akibat infeksi saluran napas bawah, dan diare. Kasus sepsis pediatrik terjadi karena sistem imun anak belum berkembang seperti orang dewasa.

Sistem imun anak akan seperti sistem imun orang dewasa ketika ia berusia 2 tahun, namun itu baru sempurna ketika anak berusia remaja. Respons imun yang belum sempurna ini menyebabkan bayi mengalami kerentanan terhadap infeksi virus dan bakteri.

Apalagi, bayi yang baru lahir mengalami transisi dari lingkungan steril dalam rahim ke dunia luar yang penuh mikroorganisme.

Pada 2002, beberapa perhimpunan internasional, yakni European Society of Intensive Care Medicine (ESICM), International Sepsis Forum (ISF), dan Society of Critical Care Medicine (SCCM) menyusun pedoman untuk tata laksana sepsis.

Pedoman yang disusun berdasarkan metode kedokteran berbasis bukti ini diterbitkan pertama kali tahun 2004.

Kampanye ini dikenal dengan Surviving Sepsis Campaign (SSC) untuk menurunkan angka kematian sepsis sebesar 25%. Pedoman ini kemudian diperbaharui pada SSC tahun 2020, terutama terkait resusitasi cairan.

Prof. Antonius menyebutkan bahwa kegagalan penanganan kasus sepsis pediatrik tidak hanya menghambat penurunan angka kematian, tetapi juga meningkatkan jumlah anak dengan kecacatan maupun gangguan tumbuh kembang.

Menurutnya, untuk menangani masalah ini, ada tiga program yang harus dijalankan, yaitu pencegahan infeksi, pencegahan progresivitas penyakit, dan pencegahan kecacatan atau kematian. Pencegahan infeksi mencakup pendidikan sanitasi, penyediaan air bersih, imunisasi, perbaikan gizi, serta identifikasi dan tata laksana anak dengan defisiensi imun.

Pencegahan progresivitas penyakit dilakukan melalui pelatihan tenaga terampil dan penyediaan alat agar tenaga kesehatan mampu melakukan tata laksana diagnosis dini infeksi dan kegawatan, resusitasi, dan stabilisasi.

Adapun pencegahan kecacatan atau kematian dapat dilakukan melalui pengembangan sistem rujukan dan pengembangan Pediatric Intensive Care Unit (PICU). Program ini harus direncanakan secara cermat, termasuk sistem pembiayaan dan asuransi kesehatan. Perencanaan jangka panjang dibutuhkan karena pembangunan sistem kesehatan memerlukan waktu lama.

“Pandemi Covid-19 mengakibatkan perubahan mendasar dalam strategi kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari promosi kesehatan yang membuahkan hasil yang belum pernah tercapai sebelumnya. Perkembangan positif ini patut disambut dengan perubahan sikap pelaku layanan kesehatan dan pemangku kepentingan untuk bahu-membahu berjuang menurunkan angka kematian dan meningkatkan kualitas hidup anak sebagai generasi penerus bangsa. Jika kita bersepakat mencapainya, tidak berlebihan untuk optimis memasuki zaman keemasan Indonesia,” jelas Prof. Antonius dalam keterangan resmi yang diterima, Selasa (13/06/2023).

Pada pengukuhan Prof. Dr. dr. Antonius Hocky Pudjiadi, Sp.A(K) ikut hadir Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan-Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Drh. Gunanti, M.S.; Dr. dr. Jusuf Rachmat, Sp.BTKV, MARS (purnabakti, FKUI), Guru Besar Emeritus FKUI, Prof. Dr. dr. Aryono D.Pusponegoro, SpB-KBD, Direktur Sumber Daya Manusia, Pendidikan, dan Penelitian Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Dwi Fatan Lilyana, S.E, Presiden Direktur Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk., Ir. A. I Budi Susilo Sadiman, MSC serta Founder dan CEO PT Aditya Nugraha Pratama, Ir. Mustafa Kamil Thahir.

Prof. Antonius menyelesaikan pendidikan di FKUI untuk Program Dokter Umum (S1) pada 1979; Program Dokter Spesialis Anak (Sp1) tahun 1987; Program Dokter Spesialis Anak, Sub-Spesialis ERIA (Sp2) pada 1996; dan Program Dokter Ilmu Kesehatan Anak (S3) tahun 2018.

Beberapa penelitiannya yang telah dipublikasikan, antara lain Serum NT-Pro-BNP versus Noninvasive Bedside Inotropic Index in Paediatric Shock: A Contest of Myocardial Performance in Response to Fluid Loading (2021), Pediatric Covid-19: Report from Indonesian Pediatric Society Data Registry (2021), Sepsis-Induced T-Cell Suppression in Pediatric Sepsis (2021), Resuscitation of Hemorrhagic Shock Using Normal Saline Does Not Damage the Glycocalyx in the Immediate Resuscitation Phase (2022), dan Parents' Perspectives Toward School Reopening During COVID-19 Pandemic in Indonesia—A National Survey (2022). (Rusdy Nurdiansyah)

Berita Terkait

Image

Ini Anjuran Dokter Minimalkan Resiko Hadapi Polusi Udara

Image

Ini Rekomendasi Diet Spesifik untuk Penyandang Prediabetes

Image

FKUI Kaji Revolusi Pengobatan TBC Jangka Pendek