Prof Jimly Asshiddiqie Berikan Buku Rencana Amandemen Kelima UUD 1945 ke Megawati

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang juga pakar hukum Tata Negara, Prof Jimly Asshiddiqie memberikan buku kepada Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Megawati Soekarnoputri, di Jakarta, Jumat (21/11/2025).
Buku berjudul Menuju Perubahan Kelima UUD NRI Tahun 1945 tersebut ditulis Jimly yang merupakan buku karyanya yang ke 82.
Buku itu diberikan agar Megawati bisa menjadikannya bahan bacaan dan pemikiran dalam rangka penataan kembali sistem ketatanegaraan melalui Perubahan Kelima Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia (NRI) 1945.
“Jadi maksudnya setelah reformasi Polri, kita benahi yang lain-lain, termasuk perubahan UUD Negara Repunlik Indonesia. Nanti materinya biar kami diskusikan,” kata Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri ini.
Selain memberikan buku yang baru terbit perdana dari percetakan tersebut, Jimly mengaku mengunjungi Megawati di kediamannya guna bertukar pikiran terkait permasalahan bangsa.
Silaturahim dilakukan Jimly dengan ditemani oleh salah satu anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri, yakni Mahfud MD.
Baca juga: Strategi Menghadapi Gelombang Disrupsi Digital dan Kecerdasan Artifisial
Setelah menyerahkan buku, Jimly pun bergurau dengan Megawati mengenai kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
“Banyak itu (yang harus dibenahi),” ucap Jimly.
Megawati mengaku sudah pernah meminta peningkatan kembali kedudukan MPR pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) 2016. Diketahui, MPR pernah menjadi lembaga tertinggi negara sebelum amandemen UUD 1945 periode 1999-2002.
Setelah amandemen, MPR bukan lagi menjadi lembaga tertinggi negara melainkan menjadi lembaga negara yang sederajat dengan lembaga lainnya karena kedaulatan rakyat kini dilaksanakan menurut undang-undang dasar, tidak sepenuhnya oleh MPR.
“Nah, tapi saya bilangnya hanya satu kali, menaikkan MPR, tapi yang protes sopo, abang brewok. Katanya kotak pandora, kotak pandora opo?” terang Megawati dalam kesempatan tersebut.
Wacana Amandemen UUD 1945 Sebelumnya, Ketua MPR RI Ahmad Muzani memastikan bahwa MPR RI tak menutup diri terhadap pandangan dan masukan dari masyarakat, termasuk tak mengunci rapat-rapat kemungkinan amandemen terhadap UUD NRI Tahun 1945.
Muzanli menyadari bahwa ada pandangan-pandangan dari sebagian masyarakat yang menghendaki adanya amandemen terhadap konstitusi negara, dan juga ada yang berpendapat sebaliknya.
Baca juga: Catatan Cat AT: Boikot Lagi Starbucks
“Mengunci rapat-rapat terhadap pikiran amandemen Undang-Undang Dasar 45 adalah menutup rapat-rapat adanya ide-ide cemerlang tentang masa depan bangsa dan konstitusi negara,” jelas Muzani dalam acara Gathering Media MPR RI di Bandung, Jawa Barat (Jabar) pada 24 Oktober 2025 lalu.
Namun, menurut Muzani, MPR RI juga tidak akan serta-merta mempermudah bergulirnya pembahasan amandemen tersebut. UUD 1945 adalah konstitusi negara yang harus dipikirkan secara cermat dan matang.
“Kami mengerti di masyarakat adanya yang berpikir juga cukup amandemen sampai di sini,” tegasnya.
Diketahui, UUD 1945 sudah empat kali mengalami perubahan atau amandemen.
Amandemen pertama dilakukan dalam Sidang Umum MPR 1999 yang berlangsung sejak 14 Oktober hingga 21 Oktober 1999. Pada perubahan pertama tersebut, kekuasaan presiden dibatasi karena dianggap terlalu berlebihan.
Amandemen kedua UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Umum MPR 2000, yang berlangsung antara 7 Agustus hingga 18 Agustus 2000.
Sejumlah aturan ditambahkan melalui amandemen kedua. Antara lain terkait wewenang dan posisi pemerintah daerah, peran dan fungsi DPR, serta penambahan mengenai Hak Asasi Manusia (HAM).
Amandemen ketiga dilakukan dalam Sidang Umum MPR 2001, yang berlangsung sejak 1 November hingga 9 November 2001.
Dalam amandemen ketiga ada beberapa pasal dan bab mengenai Bentuk dan Kedaulatan Negara, Kewenangan MPR, Kepresidenan, Pemakzulan, Keuangan Negara, Kekuasaan Kehakiman.
Amandemen keempat UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Umum MPR 2002, yang berlangsung antara 1 Agustus hingga 11 Agustus 2002.
Pada amandemen keempat ini difokuskan untuk menyempurnakan penyesuaian dalam perubahan-perubahan sebelumnya, termasuk penghapusan atau penambahan pasal atau bab. (***)