Menulis dan Cerpen
Menulis dan Cerpen
Oleh: Fanny J Poyk
ruzka.republoka.co.id--Satu cerpen yang terinspirasi oleh kisah perjalanan seorang sahabat ketika ia keliling Eropa telah dikirim ke sebuah media online berkelas dan pastinya ber honor. Semoga dimuat.
Menulis cerpen dengan setting luar negeri seperti New York, Manhattan, nama jalan, situasi di jalan itu, nama hotel, judul musik klasik.
Nama para pemusiknya, judul lagu lawas yang dinyanyikan, nama penyanyi terkenal dengan jenis suara sopranonya, nama bandara di Los Angeles, nama jenis parfum, nama hasil perkebunan dari sebuah daerah di Indonesia Timur, nama kota-kota di Italy, dan semua data lainnya, kesemua itu tak bisa hanya diciptakan melalui imaji.
Baca Juga: Apakah Utang Debitur yang Telah Meninggal Dunia Wajib Dilunasi Ahli Waris
Melalui membaca, riset data kecil-kecilan, si penulis seolah-olah berada di lokasi itu.
Setelahnya baru dirangkai dengan cerita yang akan kita masukan, entah itu bertema cinta, keluarga, kaum marginal, atau horor. Ada konflik atau tidak di dalam cerpen, yang penting cara menuliskannya harus memikat si pembaca hingga dia penasaran dan ikuti terus kisahnya sampai tamat.
Beberapa cerpen saya tentang pulau Rote, NTT yang beberapa kali dimuat Kompas juga Kompas.id, dan Jawa Pos, mengisahkan situasi kehidupan di pulau itu seolah-olah nyata.
Padahal saya belum pernah ke sana, semuanya berdasarkan riset dan membaca, juga nguping sana-sini.
Baca Juga: Depok Tekankan Rencana Kerja Pemda 2025 Mengacu pada Tujuan SDGs
Jadi ketika ada yang bertanya tentang cerpennya bagus atau tidak dan kelemahannya di mana, saya sarankan untuk membaca dan melakukan riset melalui media elektronik jika tidak bisa ke lokasi, beli buku tentang cerpen yang ditulis oleh cerpenis ternama dalam dan luar negeri, pelajari tekniknya menulis dll.
Sampai sekarang, hampir lima puluh tahun saya membaca beragam cerpen yang bagus, membaca ratusan karya ayah saya Gerson Poyk, mempelajari teknik mereka menulis, lalu mencari gaya dan teknik sendiri, menulis dengan EYD yang bersih dan mengolah bahasa sastra agar terbaca indah dan menarik, masih tetap saya lakukan.
Dan, sedihnya apresiasi di bidang sastra baik itu tentang cerpen atau puisi, tidak seperti di negara-negara lain yang memberi penghargaan dengan honor tinggi pada setiap hasil karya mereka.
Baca Juga: Pemilu 2024, KPU Depok Sudah Siapkan Distribusi Logistik, Sortir dan Pelipatan Surat Suara
Kadang honor cerpen atau puisi ada yang dibayar ada pula tidak. Menulis untuk kedua karya sastra itu sangat meletihkan.
Karena selain harus pandai memainkan kata-kata, harus menguasai kosa kata, menguasai metafora, majas dll agar si penulis tak terlihat bodoh dan kurang baca, juga harus menyusun kata-kata secara sistematis agar tidak terjadi penumpukan kata atau kalimat yang sama.
Mencari padanan kata yang logis itu si penulis harus berpikir keras. Belum lagi berkaitan dengan listrik, kuota dan mata yang dituntut untuk terus melek memandangi huruf-huruf.
Baca Juga: Depok Siapkan Rp 86,7 Miliar untuk Pembangunan SMPN
Jika kemudian ada yang meledek, "ngapain juga jadi penulis kalau gak dibayar." Mereka tidak tahu bahwa menulis sama seperti kita 'beronani' dengan kata, ada kepuasan yang tak bisa diucapkan jika hasil karya dibaca oleh orang banyak dan memberikan penghiburan psikologis untuk mereka.
Maka mari terus membaca dan menulis sampai jiwa pergi dari raga. Salam literasi. (***)
Penulis: Wartawan Senior yang juga penulis Cerpen dan Novel.