Daud Sinjal, Mengenang Jurnalistik Masa Lalu
ruzka.republika.co.id--Bertemu dan berbincang-bincang dengan Daud Sinjal yang akrab saya sapa Om Daud, adalah menguak dan mendengarkan kembali kisah-kisah tentang perjuangannya selama menjadi jurnalis di era Presiden Soeharto.
Om Daud yang pernah menjadi Redaktur Pelaksana di koran Sinar Harapan, menjadi saksi sejarah bagaimana kisahnya menulis berita di era itu dan ragam.peristiwa di dalamnya.
Sambil menikmati kudapan dan kopi hitam di sebuah kafe di daerah Kota Depok, Jawa Barat, mantan jurnalis yang kini berdomisili di Cinere, Kota Depok, kala bercerita seakan masuk kembali ke era di mana berita yang diperoleh harus mengalami proses cukup rumit untuk sampai ke tangan percetakan dan pembaca.
Baca Juga: Tampil Cantik dengan Lipstik, Tapi Perlu Diperhatikan Kadaluarsanya Ya
Belum lagi tuntutan deadline serta menyuguhkan berita viral yang menjadi bom waktu agar tulisan tersebut lebih dulu tiba di tangan para redaktur.
Proses pengiriman berita, foto, menguasai kantor telekomunikasi dengan berbagai drama kerena harus berebutan dengan wartawan dalam dan luar negeri.
Terutama pada kisah pergolakan di Timor-Timur, serta berita yang agak sensitif yang mana pernah membuat Om Daud dan Om Aristides Katopo sempat ditangkap lalu diinterogasi oleh aparat, menjadi kisah yang seru dan tak pernah lepas dari ingatan.
Baca Juga: Warga Kota Depok Dihebohkan dengan Film Di Ambang Kematian, Ada Apa?
Menjadi jurnalis dengan menulis berita perang, politik, kehidupan kemanusiaan, seni hingga budaya, semuanya harus dilakukan dengan terjun ke lapangan dan menukik.
Membaca data dan buku-buku tentang beragam hal kehidupan agar tulisan menjadi berbobot, musti dilakukan. Di samping penggunaan 5 W dan 1 H serta kekuatan kisah berdasarkan penjelasan dari nara sumber.
Peristiwa ketika Om Daud naik helikopter, bertemu para jenderal, berada di lapangan yang tengah berkonflik, menyusunnya menjadi berita, mencari tempat-tempat yang cepat untuk mengirim foto dan tulisan tanpa memikirkan kesehatan dan keselamatan jiwa.
Baca Juga: PPM UI Gelar Webinar Budaya Literasi Finansial DKM di Kota Depok, Ungkap Cara Pengelolaan Masjid
Adalah sebuah kisah heroik yang memberikan cakrawala di mata para pembacanya, bahwa proses berita bisa ada di sebuah koran tidak semudah ketika kisah itu sudah berada di dalam bentuk sebuah koran. Dan, ada di tangan para pembacanya. Nyawa dan intuisi kreatif di dunia jurnalisme taruhannya.
Pria yang kini memasuki usia delapan puluh tahun itu juga mengungkapkan perbedaan wartawan di zamannya dengan jurnalis masa kini.
Menurutnya, pekerjaan wartawan sekarang lebih mudah, teknologi milenial telah menggiring sebuah berita dan foto dalam hitungan menit untuk tiba ke tangan redaktur. Menulis melalui Handphone dan si jurnalis ada di mana pun jadi. Berita melesat cepat seperti kekuatan cahaya.
"Akurasi fakta dalam sebuah berita penting. Sebab persaingan di dalam menyajikan berita yang akurat dan terpercaya, harus ada untuk membangun trust atau kepercayaan dari pembacanya," demikian ucap Om Daud yang sekarang tengah menyusun kisah perjalanan hidupnya ke dalam bentuk tulisan semi otobiografi.
Bincang-bincang yang asyik dengan sang wartawan senior ini, akhirnya berakhir dengan ucapan dari beliau bahwa seorang jurnalis itu ketika tidak lagi menjadi wartawan harus tetap menulis dan membaca buku agar tetap kreatif dan tidak pikun.
Penulis: Fanny J. Poyk