UI Gali Potensi Mangrove di KEE Teluk Pangpang Banyuwangi
RUZKA REPUBLIKA -- Universitas Indonesia (UI) melalui Klaster Riset Innovation and Comparative Governance (ICG) Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) dan Sustainable Development Goals (SDGs) Hub UI melakukan upaya pengembangan potensi mangrove di Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Teluk Pangpang, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur (Jatim).
Pengembangan dilakukan dalam bentuk advokasi dan bimbingan pembuatan Fishbone Analysis yang dilaksanakan pada Agustus 2024 lalu.
Ketua Klaster Riset ICG FIA UI, Prof Dr Teguh Kurniawan, MSc, mengatakan bahwa program ini bertujuan untuk memperluas manfaat mangrove di berbagai sektor, seperti ekologi, pariwisata, pangan berkelanjutan, dan pendidikan alam/lingkungan. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari riset kolaboratifnya bersama Prof Jacob Torfing dari Roskilde University, Denmark.
Baca Juga: KPU Depok Buka Lowongan Kerja, Dibutuhkan Ribuan Orang untuk Anggota KPPS, Catat Tanggalnya!
Dalam riset terkait Governing Green Transition (GOGREEN), ditemukan banyak aparatur desa yang belum memahami dan mengadaptasi SDGs ke dalam perencanaan desa.
Oleh karena itu, untuk memperluas pengetahuan masyarakat tentang pembangunan berkelanjutan, Prof Teguh bersama tim, yakni Salsabila Amanda Putri dan Lintang Shafa, memberikan pelatihan kepada perangkat desa, anggota komunitas, serta masyarakat di empat desa, yakni Kedunggebang, Wringinputih, Kedungasri, dan Kedungringin.
“Dengan adanya pelatihan ini, masyarakat diharapkan dapat mengidentifikasi permasalahan desa yang berhubungan dengan pembangunan berkelanjutan, serta menemukan solusi yang selaras dengan perencanaan desa. Tentunya, pengetahuan SDGs akan bermanfaat dalam pengelolaan potensi mangrove yang ada di desa tersebut,” kata Prof Teguh dalam keterangan yang diterima, Selasa (17/09/2024).
Baca Juga: UI Masuk Jajaran Kampus Terbaik Dunia, Siap Jadi Flag Carrier Indonesia
Empat desa di wilayah KEE Teluk Pangpang ini memang ditumbuhi lebih dari 20 jenis mangrove. Potensi mangrove ini tidak hanya mendatangkan nilai ekologis/lingkungan, tetapi juga menyokong nilai ekonomi daerah tersebut.
Dari berbagai jenis mangrove yang tumbuh, terdapat mangrove jenis Acanthus ebracteatus yang diolah daunnya menjadi keripik dan minuman sari mangrove.
Selain itu, warga di Desa Wringinputih juga membudidayakan mangrove jenis Sonneratia alba yang mengandung zat antioksidan dan mampu menyembuhkan penyakit bisul.
Baca Juga: Sikapi Etika Wakil Wali Kota Depok Bagi-bagi Uang, Merusak Demokrasi Calon Penerus Pemimpin Bangsa
Menurut Ketua Kelompok Tani Hutan Makmur Desa Wringinputih, Hendro, ada sejumlah mangrove yang saat ini dikembangkan untuk potensialisasi perdagangan karbon (carbon trade).
“Perdagangan karbon ini berkontribusi menambah devisa negara karena mangrove menjadi tanaman yang dibutuhkan dalam menanggulangi perubahan iklim di masa depan,” jelasnya.
Selain manfaat mangrove, Tim Peneliti UI juga menemukan bahwa ekosistem di bawah mangrove dapat menghidupkan biota laut di sekitarnya, seperti kerang, udang, dan kepiting.
Hal ini dibuktikan dengan adanya kepiting soka yang dibudidayakan sesuai dengan kondisi hidup mangrove. Kepiting ini dapat ditemukan di Desa Kedunggebang dan dijual ke berbagai daerah, salah satunya Bali, dengan harga mencapai Rp120 ribu/kg.
Melalui program pengabdian ini, Tim UI bersama Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Dr Dodik Siswantoro, MSc, berupaya menggali keunggulan Teluk Pangpang terkait multifungsi mangrove. UI berupaya meningkatkan kapasitas dan pengetahuan masyarakat tentang SDGs Desa agar mereka mampu mengembangkan keunggulan desa.
“KEE Teluk Pangpang memiliki potensi yang luar biasa sebagai penyokong green economy melalui mangrove. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan mangrove agar pariwisata, ekonomi, ekologi, dan ketahanan pangan di wilayah ini dapat terbangun,” ungkapnya. (***)