Galeri

Aspar Paturusi, 70 Tahun Setia Bersastra

Aspar Paturusi, di usia tuanya masih tetap aktif bersastra.

RUZKA REPUBLIKA – Tubuhnya tinggi tegap. Vokalnya lantang dan bulat. Dari tatapan mata dan air mukanya yang teduh, seperti selalu memancar semangat dan optimisme.

Begitulah sekilas kesan setelah beberapa kali, dalam waktu berbeda, penulis berjumpa dengan Aspar Paturusi, sastrawan dan aktor yang juga menghabiskan 45 tahun usianya aktif sebagai jurnalis.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Berbeda dengan perjumpaan pertama pada saat peluncuran buku puisinya, Perahu Badik, pada 2015 di Hotel Sahid Jakarta, kini pendamping setia Aspar telah bertambah satu.

Baca Juga: Kelas Profesi, Desain Cita-cita SMA IT Insan Mandiri Cibubur

Selain istri yang selalu setia mendampinginya, kini yang hampir tak pernah ditinggalkannya adalah sebuah tongkat untuk menopang tubuhnya.

Faktor usia yang kian lanjut membuat istri dan tongkat adalah dua pendamping yang tak bisa ditinggalkannya jika bepergian.

Termasuk ketika dia harus hadir dalam acara pengumuman penerima Program Bantuan Pemerintah (Banpem) untuk sastrawan tahap kedua dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud Ristek, di hotel Gran Melia, Jakarta, pertengahan Agustus lalu.

Baca Juga: AstraZeneca Indonesia Dorong Perlindungan Lingkungan dan Restorasi Keanekaragaman Hayati

Pria kelahiran Bulukumba, Sulawesi Selatan, 81 tahun ini termasuk salah seorang dari 51 orang sastrawan penerima Program Banpem itu.

Aspar Paturusi memang layak menerima apresiasi itu. Dari rentang usianya sekarang, 70 tahun di antaranya telah dilaluinya untuk bersastra. Jauh melampaui persyaratan penerima Banpem yang minimal telah 40 dan 50 setia berkarya.

Ada yang menyebut Aspar kecil adalah remaja ajaib. Ini karena sejak di bangku SMP dia sudah menulis naskah drama dan menyutradarai pementasannya. Judulnya, "Akhirnya Kembali ke Desa".

Baca Juga: World Rabies Day, Depok akan Gelar Vaksinasi Hewan Peliharaan Gratis

Uniknya, dari semua pemain dalam drama itu tinggal Aspar yang tersisa. Semua telah meninggal dunia. Pemain terakhir yang meninggal adalah August Parengkuan, wartawan Kompas dan duta besar Italia.

Karya puisi pertama Aspar dimuat di koran Mimbar Indonesia tahun 1960, saat berusia 17 tahun. Redaktur Budayanya ketika itu adalah HB Jassin.

Total general, Aspar telah menulis 6 buku puisi, dan tiga novel, termasuk novel untuk anak: Kampung Si Epin.

Baca Juga: Sepanjang 2024, Disrumkim Depok Telah Perbaiki 147 Titik PSU

Selain buku puisi Perahu Badik (2015) yang diberi pengantar oleh penyair almarhum Sapardi Djoko Damono, buku puisi lainnya adalah Sukma Laut (1985), Apa Kuasa Hujan (2003), Badik ( 2010), Secangkir Harapan (2012), Ranjang Cinta (2013).

Kehebatan lain Aspar Paturusi sampai hari ini, dia masih aktif menulis puisi dan membaca puisi. Sesekali puisinya muncul di portal berita atau grup wa Negeri Poci yang diikutinya

Dengan modal vokal yang bulat dan kuat berkarakter, Aspar sering didaulat tampil di panggung untuk membaca puisi Nina Bobo bersama Sang Nyonya.

Baca Juga: Dinkes Depok Sasar Ribuan Balita dan Ratusan Ibu Hamil Beri PMT Lokal Bergizi

"Puisi wajib" bagi pasangan suami istri ini juga dimainkannya di panggung acara pengumuman Program Banpem di hotel Gran Melia itu.

Puisi yang dibacakan secara duet itu mengundang kekaguman penonton. Bukan saja karena isi puisinya, namun juga teknik membacanya keduanya yang cepat dan sahut menyahut, menuntut nafas panjang, vokal yang mantap, dan kekompakan.

Bagi pasangan ini, usia lanjut nampaknya memang bukan halangan untuk tampil prima di panggung dan di dunia penulisan.

Baca Juga: Mandiri Inhealth Campus Fit Ajak Putri Indonesia 2022 Kunjungi Poltekes Kemenkes Semarang

Dalam percakapan dengan RUZKA REPUBLIKA, Aspar Paturusi dengan rendah hati mengatakan, Program Banpem untuk sastrawan sebagai hal yang baik dan bermanfaat bagi sastrawan yang setia berkarya.

"Saya tidak menilai jumlahnya. Bagi saya, ini adalah apresiasi. Ternyata perjalanan bersastra saya selama ada maknanya dan mendapat apresiasi, " ungkapnya.

Dia berharap program ini akan memantik kaum muda untuk terus berkarya karena sastrawan yang tua-tua seperti dirinya akan "hilang dari peredaran".

"Semoga ke depan acaranya diprogram lebih baik lagi. Kalau bisa, diundang peserta yang bisa tampil dengan bagus," harapnya tentang penyelenggaraan acara pengumuman penerima Program Banpem ini. (***)

Penulis: Herman Syahara