Ini Jembatan Legendaris di Depok yang 'Berkeliaran' Noni-noni Belanda
ruzka.republika.co.id--Suasana tenang, semilir angin berpadu pepohonan bambu di sepanjang deru air yang mengalir berdiri tegak beton kokoh yang menghubungkan dua wilayah, Kecamatan Pancoran Mas dan Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, Jawa Barat (Jabar).
Namanya, Jembatan Panus. Walaupun sudah tak terpakai lagi untuk lalulintas umum, jembatan yang berada ditengah-tengah Kota Depok masih berdiri kokoh disamping jembatan baru sebagai pengganti yang justru terlihat rapuh.
Berdasarkan informasi dari yang diperoleh, Jembatan Panus dibangun pada 1917 oleh seorang insinyur bernama Andre Laurens.
Baca Juga: Seluruh Kelurahan di Depok Gelar Musrembang, Ini Usulan Pembangunan yang Diinginkan Warga
Kala itu, pada masa pemerintahan Belanda, jembatan memiliki lebar 5 meter dan panjang 100 meter tersebut sebagai penghubung utama warga dari Depok ke Batavia (Jakarta) dan Bogor.
Nama Jembatan Panus diberikan berdasarkan nama seorang warga Belanda yang bermukim di dekat jembatan bernama Stevanus Leander.
Konon, warga Belanda menyebut nama jembatan tersebut dengan Jembatan Stevanus, namun karena semakin banyaknya warga keturunan dan pribumi yang bermukim di Depok, lama-lama kelamaan, warga menyebut dengan singkat dengan Vanus lalu 'diplesetkan' jadi Panus.
Baca Juga: Jemput Bola, Disdukcapil Depok Serahkan 1.991 KIA ke Kelurahan Sukmajaya
Saat ini, Jembatan Panus ini memiliki fungsi sebagai pemantau naiknya debit kiriman air dari Bogor saat musim penghujan. Ya, Jembatan Panus ini merupakan jembatan yang melintasi sungai Ciliwung.
Salah satu kaki jembatan itu digunakan sebagai tiang ukur memantau ketinggian air untuk mewaspadai banjir saat musim penghujan, khususnya bagi kepentingan warga Jakarta.
Disamping Jembatan Panus dibangun jembatan baru pada 1990 yang saat ini sebagian jembatan lalulintas kendaraan yang cukup padat dari Jalan Raya Siliwangi atau Sersan Aning ke Jalan Raya Tole Iskandar.
Dibalik kokohnya jembatan legendaris di Kota Depok tersebut, juga banyak menyimpan sejarah dan misteri.
Depok zaman penjajahan Belanda merupakan kawasan pemukiman para tuan tanah Belanda.
Berdasarkan sejarahnya, Depok merupakan singkatan dari “De Eerste Protestantse Organisatie van Kristenen,” yang berarti jemaat Kristen yang pertama.
Berdasarkan dokumen Bataviaasch Nieuwsblad seorang pejabat VOC yang bernama Cornelis Chastelein telah membeli lahan di Mampang Depok lama yang digunakan untuk perkebunan pada tahun 1696.
Baca Juga: Ini Harga Terbaru Sedot Tinja di Depok dan Nomor Kontak yang Bisa Dihubungi
Kemudian Depok menjadi sebuah kota otonom yang diberi status setingkat republik di Hindia Belanda. Penduduk yang mendiami wilayah Depok yakni tuan tanah dan saudagar Belanda berserta para budaknya yang disebut sebagai "Kaoem Depok" atau "Belanda Depok".
Gagasan ini dicetus oleh pengacara asal Batavia, R. H. Kleijn pada 1871 dengan nama "Gemeente Depok". Konsep tersebut benar-benar dilaksanakan pada tanggal 14 Januari 1913.
Sebagai daerah pertanian yang subur dengan dilintasi Sungai Ciliwung, Depok menjadi kota berbentuk Republik yang sempat dipimpin 4 Presiden yakni, Presiden Republik Depok yang pertama Gerrit Jonathans (14 Januari 1913–1921), Martinus Laurens (1921–1930), Leonardus Leander (1930–1949) dan Johannes Matijs Jonathans (1949–4 Agustus 1952).
Baca Juga: Sempat Buron, Akhirnya Polrestro Depok Bekuk Kakek Cabuli Bocah 5 Tahun
Kawasan Belanda Depok yang sekarang berada di Depok Lama itu yakni berada di Jalan Pemuda, Jalan Kartini, Jalan Siliwangi, Jalan Mawar dan Jalan Bungur. Kawasan tersebut dekat dengan Sungai Ciliwung yang mengalir dari wilayah Bogor ke Jakarta.
Sungai Ciliwung menjadi sarana transportasi dan juga menjadi sumber air untuk pertanian dan juga sebagai tempat pemandian orang-orang Belanda Depok.
Jembatan Panus menjadi tempat favorit orang-orang Belanda Depok berkumpul, berpesta dan menjadi tempat transaksi jual beli, pertanian, periklanan dan peternakan.
Baca Juga: Pemilu 2024, KPU Depok Jelaskan Terkait Pindah Lokasi TPS, Begini Caranya!
Noni-noni Belanda menjadikan Jembatan Panus sebagai tempat bermain, memadu cinta dengan pasangan sambil menikmati pemandangan alam Sungai Ciliwung dan sejuknya hutan bambu.
Cerita yang kerap menjadi perbincangan warga Kota Depok saat ini adalah misteri 'berkeliarannya' noni-noni Belanda di Jembatan Panus. Bahkan, cerita tersebut sempat dijadikan liputan salah satu stasiun televisi swasta dan beberapa channel YouTube .
Cerita gentayangan hantu noni-noni Belanda, bukankah 'isapan jempol'. Banyak cerita warga Kota Depok terkait 'berkeliarannya' noni-noni Belanda, bercengkrama atau sekedar mejeng di pinggir Jembatan Panus.
Baca Juga: Temukan Lewat Aplikasi DSW, Ini Cara Akses Titik Wifi Gratis di Depok
Hal itu biasanya dialami para pengendara yang melintas pada tengah malam di Jembatan Panus. Menurut cerita para pengendara yang tak sengaja menyaksikan, hantu noni-noni Belanda itu cantik, berikut putih, rambut sebahu dengan mengenakan gaun putih panjang.
Selain ada penampakan noni-noni Belanda juga kadang muncul hantu wanita pribumi berkebaya yang juga tak kalah cantiknya.
Cerita-cerita mistis tersebut, bisa jadi untuk mengingatkan jejak sejarah Jembatan Panus dan Depok yang semakin tergerus modernisasi.