Lama Tak Kedengaran, Tokoh Politik Reformasi yang Dulu Cukup Populer ini Muncul Luncurkan Buku Bertajuk Belenggu Nalar
ruzka.republika.co.id--Kisah masa lalu menjadi catatan sejarah kehidupan yang tetap bersemayam di benak ingatan. Kisah itu bisa beragam bentuknya.
Ada yang meninggalkan kenangan dengan segudang kebahagiaan, ada yang sebaliknya, meninggalkan duka lara, kepahitan dan trauma yang tak lekang oleh waktu.
Hidup memang penuh misteri, hanya Sang Pencipta Semesta yang tahu apa yang akan terjadi di kehidupan selanjutnya, manusia hanya bisa membuat rencana dan Sang Ilahi yang mengeksekusi rencana itu.
Baca Juga: Ini Harga Terbaru Sedot Tinja di Depok dan Nomor Kontak yang Bisa Dihubungi
Begitulah perjalanan hidup yang dialami Laksamana Sukardi. Tokoh politik dari PDIP yang cukup populer di awal era reformasi 1999-2024. Bahkan, pria kelahiran 1 Oktober 1956 ini sempat didapuk sebagai menteri di era Presiden Gus Dur dan Megawati.
Lama tak kedengaran, Laksamana Sukardi muncul dengan meluncurkan buku yang ditulisnya. Buku itu bertajuk Belenggu Nalar.
Peluncuran buku berlangsung di Nusantara Ballroom The Dharmawangsa Hotel, Jakarta Selatan pada Senin 15 Januari 2024.
Baca Juga: Sempat Buron, Akhirnya Polrestro Depok Bekuk Kakek Cabuli Bocah 5 Tahun
Buku berisi kisah kehidupannya yang berkaitan dengan kiprahnya di dunia politik, carut-marut yang ia hadapi di dalam dunia yang digelutinya, pencemaran nama baik, penahanan hingga berimbas pada kehidupan keluarga besarnya, ia tulis dengan gamblang, frontal dan detail.
Laks begitu ia akrab disapa merupakan mantan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN. Sebelum menjadi politisi, lulusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB) adalah seorang ekonom dan bankir milik Bank Lippo dari Lippo Group.
Ia pernah bergabung di Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang kemudian menjadi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan duduk sebagai anggota MPR-RI dari Fraksi PDI.
Baca Juga: Ketua Komisi A DPRD Depok Usulkan Masyarakat Wajib Buku
Dalam buku Belenggu Nalar, Laks menuliskan kisah perjalanan manis dan pahit getir karier politiknya serta segala permasalahan.
Buku berjudul Belenggu Nalar tersebut, baginya seakan menjadi sebuah satir yang ditujukan pada mereka yang telah menjadikannya semacam tumbal atau kambing hitam dari sebuah masalah yang ia tidak pernah lakukan, dan masalah tersebut menjadi viral lalu menyudutkan dirinya serta menjatuhkan nama baiknya.
Para nara sumber yang terdiri dari Anas Urbaningrum, Advokat Petrus Selestinus, dengan moderator Wina Armada Sukardi, memberikan argumen mereka tentang peristiwa demi peristiwa yang tercatat secara rinci pada buku tersebut.
Baca Juga: Pemilu 2024, KPU Depok Jelaskan Terkait Pindah Lokasi TPS, Begini Caranya!
Buku yang menurut Anas Urbaningrum sangat revolusioner, berangkat dari sebuah kasus yang pernah terjadi di tahun 2007 hingga Laks dicekal dan diancam untuk dipenjarakan, menurut Anas, erat kaitannya dengan filosofi Jawa yang mengatakan bahwa siapa yang salah harus tahu diri.
Di dalam buku tersebut ada pula kisah VLCC ( Very Large Crude Carrier) yang membuat Laks menjadi tersangka. Kronologi kisahnya dipaparkan dengan jelas.
Hingga akhirnya Kejaksaan Agung mencabut status tersangka itu dengan disusul keluarnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas penjualan kapal tangker raksasa VLCC milik Pertamina.
Baca Juga: BPN Kota Depok Raih 3 Penghargaan dari Kanwil ATR/BPN Jabar, PTSL 2024 Targetkan 5.000 Bidang
Atas kasus ini, Laks sempat dicekal selama 18 bulan usai ia tidak lagi menjabat sebagai menteri.
Pemulihan nama baik butuh waktu yang panjang yang juga melibatkan ranah hukum.
Laks menuangkannya bagai sebuah elegi panjang (nyanyian kepedihan) di dalam buku tersebut, bagaimana sang ayah meninggal imbas dari pemberitaan yang berat sebelah.
Hingga ia menyekolahkan anaknya ke luar negeri agar tidak menjadi depresi akibat pemberitaan dan tuntutan yang menurutnya bagai seorang pesakitan yang dijadikan ‘alat’ dari sebuah konspirasi terselubung.
Baca Juga: Temukan Lewat Aplikasi DSW, Ini Cara Akses Titik Wifi Gratis di Depok
Atau ia mengistilahkan dengan frasa ‘birahi Kekuasaan’, semua itu ia tuangkan dengan jelas dalam kata demi kata, kalimat demi kalimat pada buku tersebut.
Luka batin yang tertuang ke dalam catatan yang berbentuk buku, juga dikomentari oleh beberapa kerabatnya yang mengetahui persis tentang apa yang telah terjadi.
Seperti Alfred yang pernah menjadi Direktur Keuangan Pertamina, Anas Urbaningrum, dan advokat Petrus Selestinus, secara tersirat menggambarkan peristiwa demi peristiwa dengan masa-masa yang sangat menyedihkan.
Menurut Laks, "waktu itu karena pertolongan Allah semata, saya terhindar dari jeratan hukum yang direkayasa sedemikian rupa. Ada pihak yang ingin saya dipenjara."
“Setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan investigasi dengan mengaudit atas penjualan kapal tangker tersebut, ternyata hasilnya dinyatakan tidak merugikan negara. Semua itu saya jelaskan di dalam buku saya ini,” jelas Laks.
Kisah yang penuh intrik dan memberi masukan kepada para pembaca agar menjalani kehidupan dengan kewaspadaan yang maksimal dari kehidupan itu sendiri.
Baca Juga: Depok Dirikan SMPN Olahraga Pertama, Gedung Megah dan Ini Fasilitasnya
Kisah di dalam buku tersebut mengingatkan kita apa yang dikatakan oleh filsuf Prancis bahwa hidup itu memang penuh dengan absurditas (kemustahilan).
Melalui doa-doa panjangnya pada Sang Empunya Semesta, Laks memperoleh petunjuk bahwa tak ada yang bisa dipercaya di dunia ini kecuali kedekatan kita pada Sang Maha Kuasa.
Selamat atas peluncuran bukunya Pak Ir Laksamana Sukardi. Melalui rangkaian kata-kata semua yang telah terjadi merupakan kisah yang patut untuk dijadikan renungan.
Penulis: Fanny J Poyk