Info Kampus

Kasus Penyakit Infeksi Tinggi, Ilmu Mikrobiologi Jadi Jawaban Pencegahannya

Guru Besar dalam Bidang Ilmu Mikrobiologi FKUI, Prof Dr dr Yeva Rosana, MS, Sp MK(K).

ruzka.republika.co.id--Penyakit infeksi kerap menyerang negara-negara tropis termasuk Indonesia. Masalah infeksi di negara tropis mempunyai keunikan tersendiri karena umumnya vektor (organisme pembawa infeksi) adalah serangga seperti nyamuk dan lalat serta nematoda (mikroorganisme) seperti cacing gelang dan cacing kremi.

Tempat berkembang biaknya vektor juga sangat dipengaruhi oleh iklim panas sepanjang tahun dan volume hujan yang lebih besar pada bulan tertentu.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Prof Dr dr Yeva Rosana, MS, Sp MK(K) menyampaikan hal ini dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran (FK) UI di Aula IMERI Kampus UI Salemba, Jakarta, Sabtu (23/12/2023).

Baca Juga: Ini Tantangan Dalam Pembangunan Ruang Publik di Depok

Pada pidato yang berjudul “Penerapan Ilmu Mikrobiologi Klinik sebagai Upaya Pencegahan Infeksi dan Penyebaran Resistensi Antimikroba Berbasis Bukti untuk Meningkatkan Kualitas Kesehatan di Indonesia", ia mengatakan tingkat kepadatan penduduk serta kurangnya kebersihan diri dan lingkungan semakin memudahkan penularan.

“Penerapan ilmu Mikrobiologi Klinik dalam memahami penyakit infeksi di negara tropis, menjadi dasar yang sangat diperlukan dalam melakukan diagnosis dan tata-laksana pada pasien. Indonesia juga perlu mengupayakan perubahan perilaku, pencegahan, dan promosi kesehatan yang memerlukan pendekatan multisektoral. Komunitas lokal sangat perlu dilibatkan, misalnya melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat yang dapat memberikan dampak positif bagi populasi di daerah terpencil di Indonesia,” jelas Prof Yeva.

Infeksi merupakan suatu penyakit yang disebabkan mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, ataupun parasit.

Baca Juga: Terjadi Bencana Hidrometeorologi di Jabar, Ini Prakiraan Cuaca Berbasis Dampak 3 Hari Kedepan

Setiap mikroorganisme dapat masuk ke tubuh manusia melalui berbagai cara, misalnya terhirup melalui jalan napas, melalui makanan yang terkontaminasi, melalui jalan darah, atau melalui aktivitas seksual.

Wabah penyakit infeksi yang menular dapat menelan korban dalam jumlah banyak, salah satunya kasus SARS-CoV-2 yang berdampak pada parahnya pandemi COVID-19 secara global.

Namun, dalam pengobatan penyakit infeksi, sering ditemukan masalah resistensi (kebal) antimikroba. Resistensi dapat terjadi pada semua mikroorganisme penyebab, termasuk bakteri dan jamur.

Baca Juga: Jalan Tol Cijago Depok Sudah Beroperasi Penuh, Segera Diberlakukan Penyesuaian Tarif, Ini Besarannya

Penggunaan antimikroba yang kurang optimal sering kali disebabkan interpretasi atau penggunaan hasil uji mikrobiologi yang tidak tepat.

Selain itu kurangnya diagnosis yang dikonfirmasi secara mikrobiologis, kesalahan uji laboratorium, kegagalan dalam menyerahkan spesimen yang sesuai untuk kultur, penyalahgunaan sumber daya mikrobiologi, hingga ketergantungan yang berlebihan pada terapi antimikroba empiris.

Salah satu contoh kasus resistensi antimikroba terbukti melalui hasil penelitian Prof Yeva yang dilakukan sejak 1995 sampai 2022 pada Neisseria gonorrhoeae sebagai penyebab infeksi menular seksual.

Baca Juga: Mantap! Wali Kota Depok Tinjau Pembangunan dengan Bersepeda

Dari penelitian tersebut, disimpulkan bahwa siprofloksasin sudah tidak direkomendasikan lagi sebagai pengobatan karena tingginya angka resistensi yang ditemukan.

Panduan pengobatan infeksi gonore di Indonesia masih bisa mengikuti panduan World Health Organization (WHO), yaitu kombinasi seftriakson dan azitromisin atau sefiksim dan azitromisin untuk terapi empiris gonore genital dan anorektal.

Masalah resistensi pada populasi berisiko tinggi terkait infeksi menular seksual lain di Indonesia juga ditemukan pada Treponema pallidum terhadap azitromisin.

Baca Juga: Depok Open Space, Warga Silahkan Daftar untuk Masuk Calender Event, Ini Syaratnya

Selain itu, masalah resistensi ditemukan pada jamur Candida albicans sebagai salah satu jamur patogen kritis yang menjadi prioritas WHO.

Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa mekanisme resistensi masing-masing mikroorganisme sangat ditentukan dengan cara kita dalam menggunakan suatu antimikroba.

Panduan penggunaan antimikroba sangat ditentukan dengan pola kuman dan kepekaan. Maka dari itu, surveilans harus dilakukan secara teratur untuk mendapatkan panduan yang sesuai.

Baca Juga: Penelitian FKUI, Modernisasi Kimia Medisinal Dukung Pengembangan Obat Baru Bagi Penderita Kanker Payudara dan Malaria

Menurut Prof Yeva, penerapan ilmu Mikrobiologi Klinik dalam memahami patogenesis infeksi dan mekanisme resistensi sangat diperlukan untuk menyusun strategi dalam pencegahan infeksi dan penyebaran resistensi antimikroba.

Beberapa peran ilmu Mikrobiologi Klinik dalam pencegahan infeksi adalah untuk menunjang diagnosis, surveilans, deteksi dan manajemen wabah, panduan penggunaan antimikroba, pencegahan infeksi, kolaborasi dalam komite pengendalian infeksi, dan edukasi.

Pemilihan uji harus disesuaikan dengan diagnosis klinis, untuk mengurangi biaya pengobatan seorang pasien. Hasil pemeriksaan yang sesuai, akan menjadi panduan untuk memilih antimikroba yang rasional, yang mampu mencegah peningkatan lajunya resistensi sekaligus menghambat penyebaran resistensi antimikroba.

Baca Juga: Ini Rencana Rekayasa Lalu Lintas Arus Balik Natal 2023

Sebelum melakukan kajian tentang pencegahan infeksi dan penyebaran resistensi antimikroba, Prof Yeva banyak melakukan penelitian serupa.

Beberapa di antaranya adalah Profile of multidrug-resistant bacteria causing urinary tract infections in inpatients and outpatients in Jakarta and Tangerang (2023), Resistance genes of Neisseria gonorrhoeae to cefixime and azithromycin (2023), dan Detection of A2058G and A2059G on the 23S rRNA Gene by Multiplex Nested PCR to Identify Treponema pallidum Resistance to Azithromycin in Indonesia (2022).

Prof Dr dr Yeva Rosana, MS, Sp MK(K) menamatkan pendidikan Dokter (1994), S2 Ilmu Biomedik (2001), dan Doktor (2013) di FKUI.

Baca Juga: FOTO: Ini Penampakan Depok Open Space, 'Wajah Baru' Balai Kota Depok

Ia juga memperoleh gelar Spesialis 1 Mikrobiologi Klinik pada 2001 dan Spesialis 2 Mikrobiologi Klnik Konsultan pada 2009 dari Kolegium Perhimpunan Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik Indonesia (PAMKI).

Pada 2020, Prof Yeva menerima Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya XX Tahun. Saat ini, ia menjabat sebagai Wakil Ketua 1 Unit Kerja Khusus (UKK) Laboratorium Mikrobiologi Klinik (LMK) FKUI dan Spesialis Mikrobiologi Klinik Konsultan, FKUI Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM).

Berita Terkait

Image

Ini Anjuran Dokter Minimalkan Resiko Hadapi Polusi Udara

Image

Ini Rekomendasi Diet Spesifik untuk Penyandang Prediabetes

Image

FKUI Kaji Revolusi Pengobatan TBC Jangka Pendek