Wawancara Kritikus Maman S Mahayana: Program Bantuan Pemerintah akan Ubah Peta Sastra Indonesia
RUZKA REPUBLIKA – Apresiasi pemerintah dalam bentuk bantuan pendanaan kepada sastrawan dan komunitas sastra yang merata di seluruh Indonesia, dalam jangka menengah lima atau sepuluh tahun kedepan akan mengubah peta sastra Indonesia.
Di masa depan, pemetaan sastra Indonesia tidak bisa lagi hanya dilakukan secara Jawa centris namun akan meluas sampai ke Bali, Sumatera, Kalimantan, Indonesia Timur, dan daerah lain di pelosok Indonesia.
Program bantuan pemerintah ini harus dipertahankan keberlanjutannya secara merata ke seluruh pelosok Tanah Air.
Baca Juga: Lembaga Demografi UI Persiapkan Generasi Silver Aktif dan Sejahtera Pada Indonesia Emas 2045
Demikian benang merah yang dapat direntang dari wawancara khusus Herman Syahara dari RUZKA REPUBLIKA dengan peneliti dan kritikus sastra dari Universitas Indonesia Maman S Mahayana di Jakarta, baru-baru ini.
Sebagaimana diketahui, untuk kedua kalinya sepanjang tahun 2024 ini pemerintah melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbud Ristek, telah menyelenggarakan Program Bantuan Pemerintah Tahap I dan II yang diumumkan Agustus 2024 lalu. .
Penerima bantuan adalah komunitas literasi, komunitas sastra dan diperluas dengan bantuan perseorangan bagi sastrawan yang telah berkarya selama 40 dan 50 tahun.
Baca Juga: Satgas SDA Dinas PUPR Depok Dilatih Penanganan Banjir dan Longsor
Berikut adalah wawancara selengkapnya dengan Maman S Mahayana, pengamat sastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (UI):
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) baru saja menyelenggarakan Program Bantuan Pemerintah kepada komunitas literasi, komunitas sastra, dan sastrawan perseorangan. Pendapat Anda?
Apa yang dilakukan pemerintah ini gebrakan luar biasa. Ini adalah lompatan pemerintah yang hampir tidak terbayangkan sebelumnya.
Baca Juga: DKUM Depok Kembali Memfasilitasi Perizinan Usaha Gratis Bagi Wirausaha Baru
Dalam sejarah perjalanan sastra Indonesia baru sekarang ini negara hadir dalam kehidupan sastrawan.
Isitlah "bantuan pemerintah" dalam program ini sempat menjadi kontroversi di tengah para sastrawan.
Tidak soal apapun istilahnya. Entah itu "bantuan" atau "apresiasi". Tapi kehadiran negara itu yang penting.
Baca Juga: Pilkada 2024, KPU Depok Umumkan Hasil Tes Kesehatan Paslon, Ini Hasilnya
Apa dampak program ini bagi perkembangan sastra Indonesia ke depan?
Dampaknya tentu tidak akan seperti kita makan cabai yang langsung terasa pedas. Tidak dalam waktu singkat tapi dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, jika ada pergantian kepemimpinan di Badan Bahasa, akan merasa malu jika tidak melanjutkan program ini. Karena inilah program yang menjadikan sastrawan diakui oleh negara.
Pengakuan negara itu jangan hanya secarik kertas seperti piagam dan sejenisnya. Tapi konkret dengan memberikan dana, berapa pun besarnya.
Baca Juga: UPS Merdeka 2 Depok Dapat Sejumlah Keuntungan Budidaya Maggot
Selain memberikan penghargaan kepada karya dan capaian-capaian sastrawan, juga menghargai pengabdiannya dan pengabdian sastrawan itu diakui oleh negara.
Ada kesan, pemberian penghargaan massal terkesan lebih mengutamakan kuantitas ketimbang kualitas?
Program bantuan yang sekarang diberikan kepada banyak sastrawan berdasarkan waktu kesetiaannya berkarya, dampaknya jauh lebih dahsyat ketimbang hanya memberikan penghargaan kepada satu orang seperti kepada "sastrawan negara" yang banyak diusulkan itu.
Indonesia ini negara yang luas dan kaya. Sastrawannya hebat. Maka model apresiasi seperti yang diberikan kepada sastrawan negara itu kurang tepat.
Dilihat dari sisi penilaian saja, kita tidak bisa membandingkan misalnya antara Umar Khayam dengan Ahmad Tohari atau Umar Khayam dengan Pramudya Ananta Toer. Mereka punya kelebihan masing-masing.
Pemberian apresiasi massal seperti ini tidak hanya akan berpengaruh pada sastrawan di kota-kota besar, tapi juga kepada sastrawan di seluruh pelosok Indonesia.
Baca Juga: Penandatanganan Kontrak Ikatan Kerja Mahasiswa ITPLN
Mereka akan jadi panutan atau rule model. Bahwa jika kita sungguh-sungguh berkarya suatu saat negara akan memberikan penghargaan yang selama ini hampir tidak tersentuh pemerintah.
Apakah besarnya bantuan sudah layak?
Mengenai besaran nilai bantuan tidak masalah. Tapi kehadiran negara itu yang penting.
Pemerintah juga memberi bantuan kepada komunitas literasi dan komunitas sastra?
Ini patut dicatat juga. Pemberian penghargaan dan bantuan kepada komunitas-komunitas literasi dan sastra sangat penting.
Baca Juga: Nature-based Solutions Jadi Strategi Jaga Kelestarian Hutan Bakau di Pahawang
Selama ini komunitas itu berjuang sendiri. Berdarah-darah karena harus mengeluarkan uang sendiri untuk membiayai kegiatannya.
Akibatnya, dalam beberapa tahun saja komunitas itu kelelahan sendiri dan akhirnya mati suri dan menjadi "almarhum".
Dengan bantuan seperti ini mereka punya semangat dan kegairahan lagi untuk berkarya. Karena ada semacam motivasi bahwa "negara tidak melalaikan kami."
Baca Juga: Diskusi Meja Panjang dan Dialog Deklamasi atau Puisi
Anda melihat dampak bantuan ini bagi komunitas?
Karena yang mendapat bantuan adalah komunitas literasi dan sastra di seluruh Indonesia, maka dapat kita bayangkan dalam lima-sepuluh tahun ke depan dampak positifnya akan dahsyat.
Selama ini kan pergerakan komunitas ini terjadi di Jawa dan Sumatera saja. Sekarang akan lebih luas lagi ke seluruh Indonesia.
Dengan munculnya dinamika yang luas dan masif itu maka akan nampak bahwa sastra Indonesia itu luar biasa besarnya.
Baca Juga: Miris! Polres Depok Bongkar Bisnis Jual Beli Bayi, Tujuan ke Bali
Dari situasi itu akan lahir pencarian-pencarian dan inovasi dalam bentuk kekayaan daerahnya berupa kultur etnik dan kearifan lokal yang khas dan tidak dimiliki oleh etnik lainnya.
Dengan begitu maka peta sastra Indonesia akan nampak sebagai peta sastra yang betul-betul beragam, heterogen, dan kaya. Akan dibanggakan oleh tidak hanya masyarakat Indonesia tapi juga dunia.
Kelak pandangan sastra dunia tidak hanya tertuju ke Jakarta centris, tapi ke seluruh Indonesia.
Pemetaan sastra Indonesia pun harus dengan sudut pandang yang meluas. Kalau hendak memandang sastra Indonesia datanglah ke Jawa, Bali, Indonesia Timur, Kalimantan, dan seterusnya.
Baca Juga: PWI Ajak Paslon Wali Kota-Wakil Wali Kota Depok Debat Terbuka dengan Wartawan
Kalau hanya memetakan ke satu wilayah saja, misalnya Jawa saja, itu baru segumpal saja dari sebuah gugusan besar bernama sastra Indonesia.
Pelibatan jangkauan wilayah yang lebih luas ini akan bergema di seluruh pelosok Indonesia. Hal ini akan memberikan peluang kepada sastrawan di daerah mengembangkan jatidirinya.
Program ini sekaligus juga memotivasi mereka untuk terus berkarya. Juga memberi semangat bagi anak-anak muda agar tidak segan menekuni dunia penulisan karena melihat para seniornya mendapat apresiasi dari pemerintah.
Karena itu, dalam lima atau sepuluh tahun ke depan program ini baru akan kelihatan buah dan hasilnya. Program ini menuntut kreativitas, pemikiran, dan proses panjang. (***)
Penulis: Herman Syahara