News

Sidang PN Depok, Saksi Ahli Tegaskan Kasus Yusra Amir Masuk Ranah Perdata

Tokoh masyarakat yang juga Ketua LPM Kota Depok, Yusra Amir (kiri) saat berbincang dengan Ketua PWI Kota Depok, Rusdy Nurdiansyah saat bertandang ke Kantor PWI Kota Depok pada tahun 2021

RUZKA REPUBLIKA -- Banyak masyarakat dan pengamat hukum menilai kasus yang menimpa tokoh masyarakat yang juga Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kota Depok, Yusra Amir seperti dipaksakan alias 'masuk angin', yang sebenarnya kasus Perdata menjadi Pidana.

Kasus konflik dalam perusahaan yang sudah berlangsung sejak laporan polisi
Nomor LP/B/1541/VII/2022/SPKT/Polres Metro Depok/Polda Metro Jaya tanggal 19 Mei 2022 itu, Yusra Amir dijadikan Tersangka Penipuan dan Penggelapan (Pasal 378 dan 372) oleh penyidik kepolisian Polrestro Depok.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Penyidik Polrestro Depok yang menangani laporan polisi itu telah dipindahtugaskan setelah dilaporkan ke Propam Polda Metro Jaya, karena dinilai terdapat kejanggalan dalam proses hukum tersebut.

Baca Juga: Pameran Lukisan Warna Warni Ekspresi Perempuan Indonesia, Simbol Keindahan Berkarakter

"Dan hasilnya terhadap oknum tersebut sudah dikenakan sanksi dan dimutasi," ujar Yusra Amir kala itu, Selasa (19/12/2023).

Sontak, penyidik polisi dinilai 'masuk angin'. Tak disangka kasus terus berlanjut, pihak penyidik pengganti Polrestro Depok melimpahkan kasus Yusra Amir beserta barang bukti ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok, Senin, (26/02/2024).

Pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok menerima pelimpahan tahap 2 ke Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun, dengan tega, Yusra Amir yang sudah lansia, berusia 62 tahun pun diborgol, 'dikandangkan' tanpa mengindahkan keberatan keluarga dengan mengajukan tahanan luar.

Baca Juga: Didukung Alumni Taplai Lemhanas, Naila Novaranti Terjun Payung di Langit Nusawiru Ucapkan Selamat Sukses untuk Pasangan Prabowo-Gibran

Kasus Yusra Amir kini bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Kota Depok dan mendapat persetujuan tahanan luar yang diajukan di persidangan.

Dalam sidang lanjutan di PN Kota Depok, Senin (20/05/2024), dengan agenda pemeriksaan saksi ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni Dr. Anis Rifai, S.H., M.H., seorang dosen hukum pidana dari Universitas Al-Azhar Indonesia terungkap kasus Yusra Amir merupakan kasus Perdata bukan Pidana.

Pada pemaparan saksi ahli mengenai unsur-unsur pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang mencakup tindakan untuk menguntungkan diri sendiri dan merugikan orang lain melalui penggunaan nama palsu, identitas palsu, keadaan palsu, tipu muslihat, dan rangkaian kebohongan.

Baca Juga: Gelaran Internasional KTT WWF Ke-10 di Bali Selesai, PLN Sukses Kawal Kelistrikan Tanpa Kedip

Dalam kesaksiannya, menjelaskan bahwa suatu kesepakatan bisa dianggap sebagai tindakan pidana jika sejak awal disampaikan dengan tidak benar.

Sebaliknya, kesepakatan dapat dianggap sebagai hukum Perdata jika sejak awal disampaikan dengan benar tetapi ada keadaan tertentu yang menyebabkan kesepakatan tersebut tidak dapat dilaksanakan.

JPU berusaha membuktikan bahwa tindakan Yusra Amir merupakan pelanggaran hukum pidana dengan menekankan pada unsur tipu muslihat dan rangkaian kebohongan, serta pelanggaran kesepakatan dengan mengalihkan sertifikat kepada pihak lain.

Baca Juga: Mendagri Perintahkan Pemda Wajib Libatkan PWI dalam Sosialisasi Pilkada Serentak 2024

Namun, saksi ahli menyatakan bahwa tindakan tersebut lebih tepat dikategorikan sebagai wanprestasi, bukan pelanggaran Pidana.

Tim kuasa hukum Yusra Amir yang terdiri dari Udin Wibowo, S.H., dan Mathilda, S.H., menyambut positif kesaksian dari Dr. Anis.

Usai sidang, Udin Wibowo mengungkapkan, keterangan saksi ahli menguntungkan pihak kliennya, karena ahli menjelaskan bahwa kasus ini adalah perkara Perdata.

Baca Juga: 65 Orang di Depok Ikuti Donor Darah yang Diselenggarakan Muslimat NU

Ia menegaskan bahwa perjanjian yang awalnya sah ini tidak mengandung unsur tipu muslihat, rangkaian kebohongan, atau identitas palsu.

Mathilda, salah satu kuasa hukum Yusra Amir lainnya, menambahkan bahwa dalam ilustrasi yang disampaikan di persidangan tidak ditemukan adanya mens rea (niat jahat) atau actus reus (tindakan kriminal) yang melatarbelakangi kejahatan tersebut.

“Pendapat saksi ahli menunjukkan bahwa permasalahan terdakwa masih berada dalam ranah hukum Perdata, bukan Pidana,” tegas Mathilda.

Baca Juga: BPJS Kesehatan: Terdapat 38 Faskes di Depok yang Terima Program UHC

Sidang berikutnya akan digelar dua minggu ke depan dengan agenda mendengarkan keterangan dari terdakwa dan saksi a de charge.

Pengembangan lebih lanjut dari kasus ini diharapkan akan semakin memperjelas apakah tindakan Yusra Amir sepenuhnya merupakan Perdata.

Awalnya, Yusra Amir menjalin hubungan bisnis dengan almarhum Mulya Wibowo pada 2019. Saat itu, meminjam uang tunai sebesar Rp 2 miliar dengan jaminan sertifikat tanah, namun baru diterima sebesar Rp 500 juta.

Baca Juga: Pemkot Depok Anggarkan Rp 97 Miliar untuk Ratusan Ribu Peserta Program UHC BPJS

Pada tahun 2020, tiba-tiba Daud Kornelius Kamarudin yang mengaku punya piutang kepada Mulya Wibowo sebesar Rp 2 miliar, sehingga meminta untuk perjanjian hutang dengan jaminan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).

"PPJB dialihkan kepada Daud, tanpa melakukan pembayaran apapun padahal saya baru menerima uang dari Mulya Wibowo sebesar Rp 500 juta," ungkap Yusra Amir.

Kemudian, Mulya Wibawa meninggal dunia pada 8 September 2021. Lalu, Daud Kornelius Kamarudin lalu meminta dikembalikan piutangnya dari Mulya Wibawa.

Baca Juga: Hasil Urban Farming, Warga Kukusan Depok Panen Kangkung

"Padahal saya tak ada urusan pinjam uang ke Daud. Tapi, saya tetap bertanggungjawab dan berusaha mengembalikan uang tersebut dengan membayarnya Rp250 juta dan membuat perjanjian baru dengan jaminan 30 sertifikat tanah," jelas Yusra Amir.

Selanjutnya, atas perjanjian tersebut sudah ditunaikan oleh PT CKS (partner bisnis property) dengan cara memotong uang pembelian atas tanah miliknya.

"Sehingga seharusnya perkara Perdata ini sudah selesai dan apabila ternyata uang yang dilaporkan telah dipotong dari uang pembelian tanah yang menjadi hak saya tersebut tidak diterima oleh Pelapor, maka pertanyaannya siapa yang merugikannya? Faktanya dalam laporan keuangan uang saya sudah dipotong," papar Yusra Amir. (***)

Berita Terkait

Image

Pemilik Tambang Nikel PT CLM Keberatan dengan Keputusan Dirjen AHU Terkait Kepemilikan Saham