Depok Butuh Circular Economy Berbasis Masyarakat untuk Tangani Darurat Sampah
ruzka.republika.co.id--Mantan artis yang saat ini merupakan politis Partai Demokrat, Ingrid Kansil menilai, telah terjadi darurat sampah di Kota Depok.
"Untuk menanganinya, butuh sentra circular economy berbasis masyarakat," kata Ingrid saat menyapa warga di Cimanggis, Kota Depok, Selasa (09/01/2024).
Ingrid melihat pengelolaan sampah di Kota Depok masih semrawut. Padahal, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah Beserta turunnya mengatur tugas dan wewenang pengelolaan sampah.
"Pemerintah daerah sebagai ujung tombak pengelolaan sampah diharapkan terpacu untuk segera meningkatkan peran dan kapasitasnya di daerah masing-masing, khususnya Kota Depok," jelas Ingrid.
Terlebih di Pasal 5 dalam undang-undang tersebut menjelaskan, Pemerintah dan Pemda bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pada dasarnya mempertegas fungsi utama yang wajib dilaksanakan oleh Pemda yang merupakan bagian dari pelayanan publik.
Baca Juga: Wali Kota Depok Resmikan Posyandu Terintegrasi Pertama, Integrasi Aktivitas Sosial
Nahasnya, volume sampah di Kota Depok dalam sehari mencapai 1.300 ton dengan ketinggian 20-30 meter.
Sementara kapasitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung hanya 800 ton dalam sehari, dengan batas ketinggiannya 10 meter.
Ingrid khawatir, tumpukan sampai di atas 10 meter menyebabkan rawan bencana longsor. Terlebih jika dihitung terjadi kenaikan 61,53 persen volume sampai. Mirisnya lagi, hanya TPA Cipayung yang dijadikan tempat pembuangan sampah.
"Sebagian besar sampah warga tidak tertapung di TPA. Bahkan warga sengaja melempar sampah ke sungai dan tanah kosong. Tingkat pengelolaan pelayanan TPA Cipayung masih rendah, karena metode pengelolaan sampah tidak berwawasan lingkungan," kritik Caleg DPR RI Partai Demokrat dari Daerah Pemilihan (Dapil) Kota Depok-Bekasi ini.
TPA Cipayung menggunakan metode open dumping atau kumpul, angkut, dan buang. Bukan sanitary landfill sesuai amanah UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah. Hasilnya, TPA Cipayung berpotensi menyumbang emisi gas rumah kaca dengan gas yang mendominasi adalah CH4 (metana), CO2 dan N2O.
Ingrid mengatakan, tingginya produksi sampah per hari berdampak pada permasalahan bau busuk yang menyengat di sekitar lahan. Dampaknya, polusi udara dan memperburuk kualitas udara, selain juga pencemaran air tanah.
Baca Juga: Dinkes Depok Paparkan Renja 2024, Prioritas Penguatan Yankes hingga Survailans Berbasis Masyarakat
"TPA Cipayung mengedepankan aktivitas timbun (dumping) bukan aktivitas mengolah seperti metode 3R: reduce, reuse, recycle dari tingkat hulu sampai ke hilir. Seperti pembuatan kompos, pemilahan, daur ulang sampah, dan pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSA)," tuturnya.
Menurut Ingrid, kebijakan menekan laju volume sampah di tingkat hulu perlu dioptimalkan melalui Bank Sampah, organ yang sangat penting dalam siklus budaya 3R. Perlu kolaborasi antara masyarakat, Pemerintah, pelaku usaha, pada aspek pemilahan dan peningkatan keekonomian sampah.
"Bank Sampah sarana kampanye 3R dan zero waste berbasis masyarakat, dalam bentuk peluang bisnis sosial yang berkelanjutan dapat memberikan nilai ekonomi penambahan nilai (added value) pada sampah sehingga menjadi lebih bernilai," ungkap Ingrid.
Baca Juga: Warga Depok Diimbau Selektif Konsumsi Obat dan Makanan, Ini yang Perlu Diperhatikan
Data yang dimilikinya, saat ini Depok memiliki 391 bank sampah dari total 920 RW. Padahal, strategi membangun Bank Sampah dan Tempat Pengelolaan Sampah (TPS) 3R menjadi solusi mengatasi darurat sampah.
"Darurat sampah di Depok perlu segera ditangani. Seperti sampai di sungai, Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) liar, dan TPA Cipayung yang sudah melebihi kapasitas," kata Wasekjen Demokrat ini.
Menurutnya, Gerakan 1.000 Bank Sampah berbasis RW menjadi gerakan industri kecil pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Atau bisa juga disebut Bank Sampah Sentra Circular Economy.
Baca Juga: Pemilu 2024, Kecamatan Tapos Depok Rekrut 748 Pengawas TPS
Kata Ingrid, circular economy hadir dengan mengedepankan lima prinsip: rethink, reduce, reuse, recycle, dan recovery sebagai upaya solusi permasalahan sampah melalui pemanfaatan sampah. Baik dalam proses produksi dan konsumsi dengan pendekatan sistem ekonomi.
"Circular economy tersebut diharapkan mampu membangun paradigma di masyarakat bahwa sampah memiliki value atau nilai ekonomi setelah melalui proses pilah sampah. Peran Bank Sampah dan TPS-3R menjadi bagian ekosistem circular economy," ulas Ingrid.
Baca Juga: Depok akan Tambah 230 Titik RW Net, Sudah Dilakukan Survei Lokasi
Dengan persoalan ini, dirinya menganggap perlu optimalisasi transformasi pola pengelolaan kepada pengolahan sampah berbasis masyarakat. Yakni, mengubah sistem yang berawal dari ekonomi linear menjadi ciruclar economy.
"Membangun Sentra Circular Economy dengan gerakan industri kecil pengolahan sampah berbasis masyarakat. Bank Sampah dan TPS 3R sebagai Sentra Circular Economy dapat menjadi inovasi menuju perekonomian zero waste, menciptakan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja yang berkelanjutan, dan mengurangi risiko penumpukan di TPA Cipayung," papar Ketua Umum Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (IPEMI) ini