Galeri

Panggung Maestro-II 2023, Tari Tutur Musik Rasa Gerak Menjaga Maestro untuk Melangkah kedepan

Panggung Maestro kali ini menghadirkan maestro kesenian dari 3 daerah yaitu: Tari Golek Montro dari Surakarta, Jawa Tengah, Tari Legong Keraton dari Karangasem, Bali, dan Tari Pakkarena.

ruzka.republika.co.id--Panggung Maestro-II 2023 merupakan pergelaran kesenian tradisi, persembahan Yayasan Taut Seni bekerja sama dengan Direktorat Perfilman, Musik dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia.

Didukung Pertamina, iForte, Group Purnati Indonesia, Puro Mangkunegaran, dan Puri Agung Karangasem.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Kesenian tradisional seperti tari, musik, teater, dan tradisi lisan adalah salah satu kekayaan budaya Indonesia yang utama.

Setiap daerah memiliki bentuk kesenian tradisional yang unik dengan otentisitas tersendiri.

Baca Juga: Depok Berikan Penghargaan Bagi Insan Berprestasi di Malam Apresiasi Disporyata 2023

Kendati demikian kini orang yang mempunyai pemahaman mendalam terhadap berbagai seni tradisional itu terasa makin sedikit.

Panggung Maestro yang penyajiannya dirancang secara serial adalah salah satu upaya untuk meningkatkan apresiasi kita terhadap kesenian dan senimannya dari pelbagai daerah.

Sungguh suatu hal yang sangat membahagiakan sekaligus mengharukan, manakala di dalam Panggung Maestro ini kita mendapat kesempatan dipertemukan dengan para penari yang berusia di atas 70 tahun bahkan ada yang sudah melebihi 90 tahun, namun masih berkarya.

Baca Juga: Festival Sukma 2023, Dimeriahkan Pawai Budaya Hingga Fashion Show

"Lama rentang waktu yang dijalani di bidangnya bukan main-main. Konsep wiraga, wirama, serta wirasa sudah jauh dilampauinya, dan yang mampu ada dan selalu ada adalah "kasunyatan" yang senantiasa bersemayam di dalam tubuhnya, dan itulah sejatinya sang Maestro," ujar Sulistyo Tirtokusumo, Dewan Artistik Panggung Maestro dalam siaran pers yang diterima, Ahad (17/12/2023).

Menurut Sulistyo, maestro di sini adalah orang yang telah menekuni dan menguasai suatu bidang seni tradisi secara terus-menerus dalam waktu lama.

Sebutan lain untuk maestro adalah empu yang menurut batasan Kemendikbudristek adalah seseorang yang mengabdikan diri secara tekun dan setia kepada jenis seni tertentu, melalui pelbagai kegiatan pertunjukan dan/atau mewariskannya kepada generasi muda.

Baca Juga: Kemacetan 'Horor Weekend di Jalan Margonda Raya Depok, 'Panen' Buat 'Pak Ogah', Waspadai Pembaretan Mobil

Usia mereka di atas 60 tahun dan telah berkiprah dalam bidangnya selama 35 tahun atau lebih. Karena itu para maestro merupakan ujung tombak pelestarian seni dan budaya Indonesia.

Melalui kaca-pandang, kiprah, dan kecintaan para maestro itulah kita bisa melihat dan merasakan keluhuran nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian tradisional warisan nenek moyang yang berabad-abad umurnya.

"Maka sudah selayaknya generasi sekarang dan mendatang memberikan penghargaan terhadap mereka yang telah menanam dan memupuk benih-benih jati diri peradaban kita di tengah putaran zaman dan arus globalisasi," harap Sulistyo.

Baca Juga: Santri di Depok Bantu Garap 'Lahan Tidur' K3D di Depan Mal Pesona Square, Tanami Benih Kangkung dan Timun Suri

Panggung Maestro yang akan hadir kedua kalinya di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) adalah salah satu bentuk penghargaan.

"Dengan tumbuhnya apresiasi terhadap para maestro akan tumbuh pula semangat dan upaya kita untuk meneruskan kiprah mereka dalam menjaga, merawat, dan mengembangkan kesenian tradisional Indonesia dengan kecerdasan dan kreativitas yang tak terbatas, sehingga akan menjadi aset hidup kebudayaan bangsa yang berharga," jelas Sulistyo.

Panggung Maestro kali ini menghadirkan maestro kesenian dari 3 daerah yaitu: Tari Golek Montro dari Surakarta, Jawa Tengah.

Baca Juga: Hadapi Perubahan Iklim, BMKG Tekankan Pentingnya Data Kelautan yang Akurat dan Handal

Tari Legong Keraton dari Karangasem, Bali, dan Y
Tari Pakkarena Bura’ne Kasuwiang, Pagandarang dan Keso-keso dari Gowa, Sulawesi Selatan.

Apa yang dapat kita banggakan? dan apa yang dapat kita lanjutkan? tersisa apa dari ini semua? sebuah peradaban di negeri yang luas Nusantara.

"Menjaga maestro, melangkah ke depan. Ini adalah sebuah pekerjaan yang berat untuk kami dari Taut Seni bekerja sama dengan Bumi Purnatidan Bali Purnati," terang Sulistyo.

Baca Juga: Kemacetan di Jalan Raya Sawangan Depok Nggak Ada Ampun, Ini Titik Kemacetan Horornya

Menurut Restu Imansari Kusumaningrum, Dewan Artistik Panggung Maestro, pihaknya berjalan dan menjaganya. Panggung Maestro ke-2 akan segera dimulai. Apa yang dapat dilanjutkan dengan menjaga maestro, melangkah ke depan? Apakah harus berasimilasi dan menjadikan satu rumpun bernama Indonesia? Ini adalah tantangan zaman sebuah bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menghargai peninggalan budayanya.

"Saya berharap pekerjaan yang berat ini adalah mandat dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi juga permohonan dari kawan-kawan di seluruh Nusantara mendapat dukungan di dalam menegakkan daya cipta dan perkembangan peradaban kebudayaan Indonesia untuk jangka panjang. Marilah kita menjaga maestro, melangkah ke depan," harapnya.

Kisahnya menceritakan, hubungan Puri Agung Karangasem, Bali dan Puro Mangkunegaran, Solo (Surakarta) sesungguhnya memiliki hubungan kebudayaan yang telah terjalin sejak lama. Hubungan ini dimulai sejak tahun 1918, ketika Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (K.G.P.A.A.) Mangkunagoro VII berkunjung ke Puri Agung Karangasem.

Baca Juga: UI dan PT Petrosea Sukses Lakukan Konversi Bus Diesel Konvensional Jadi Bus Listrik, Uji Coba Selama 6.000 Jam di Kampus UI Depok

Dalam kunjungan itulah digelar berbagai jenis pertunjukan, salah satunya adalah Tari Legong Semarandana, yang salah satunya penarinya berbusana tokoh Rangda.

Kunjungan itupun di balas oleh Raja Karangasem ke Puro Mangkunegaran, Solo tahun 1920. Dalam tahun 1920 dalam rangka pernikahan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (K.G.P.A.A.) Mangkunagoro VII dengan Gusti Kanjeng Ratu Timur, Putri Sultan Hamengkubuwono VII, hadir dalam acara tersebut serta membawa GAMELAN SEMAR PEGULINGAN dan sejumlah tari Bali (Imiyan-Imiyan).

Pada tahun 1937 Raja Karangasem untuk kedua kalinya berkunjung ke Solo lagi, membawa misi kesenian Legong Lasem dari desa Selat, dalam rangka menghadiri rangkaian acara pembukaan museum Sono Budoyo Yogyakarta Beliau mampir di Solo.

Baca Juga: Pertamina Bentuk Satgas Nataru, Jamin Ketersediaan Energi

Dan, dalam pertemuan itu diajak pula pelatih Legong Lasem dari Kuta yakni I Wayan Lotring dan I Gusti Gde Raka dari Saba, Gianyar. Setelah kunjungan tersebut Legong Lasem lebih dikenal sebagai Legong Keraton.

Pada umumnya Legong Keraton dibawakan oleh tiga penari yang terdiri atas penari Condong emban putri raja yang kemudian berperan sebagai burung gagak, dan dua penari lainnya memerankan tokoh Putri Rangkesari dan Prabu Lasem.

Pada kunjungan terakhir Raja Karangasem ke Solo pada tahun 1941 tepatnya pada perayaan 25 tahun pemerintahan Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (K.G.P.A.A.) Mangkunagoro VII-Raja Karangasem menghadirkan kembali tari Legong Lasem.

Baca Juga: Cek Fakta, Surat Edaran Kemenkes Tentang Wajib Pakai Masker, Hoax atau Bukan!

Pada saat wafatnya Raja Karangasem pada tahun 1967 (usia 77), Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (K.G.P.A.A.) Mangkunagoro VIII bersama keluarganya menghadiri upacara Pelebon (Pembakaran mayat di Karangasem).

Hubungan baik antara dua kerajaan tersebut pernah dikenang pada tanggal 24-25 Juni 2023 di Puro Mangkunegaran, Solo dengan dipentaskannya seni pertunjukan Calonarang. Persahabatan ini juga dapat dilihat pada upacara Palebon putra terakhir Raja Karangasem, Prof. Dr. Ida Anak Gde Putra Agung yang dilaksanakan pada Jumat 30 Juni 2023 di Puri Agung Karangasem, KGPAA Mangkunagoro X beserta keluarga besar Mangkunegaran berkenan untuk hadir.

Panggung Maestro adalah sebuah pernyataan (bukan pengukuhan) penghormatan kepada para seniman yang telah mengalirkan energi seni-budaya yang didapat dari para pendahulunya kepada kita generasi penerusnya.

Baca Juga: Permainan Edukasi, Pahami Karakteristik Batuan secara Makroskopis di Laboratorium Parangtopo UI, Dimainkan Siswa SMAN 1 Depok

Energi adalah daya hidup, semacam sukma, bukan benda mati. Tapi sukma hanya ada jika raga terjaga.

Pernyataan ini adalah niat, semacam janji, untuk kita menjadi pewaris aktif dengan memelihara dan memupuk energi itu, hingga akan lahir buah dan biji yang membekali pertumbuhan budaya seterusnya,” tutup Endo Suanda, Dewan Artistik Panggung Maestro.

Berita Terkait

Image

UI Terbanyak, 295 Mahasiswa Lolos Program IISMA 2023, Ini Fasilitas yang Diberikan