Novel Sejarah, Silsilah Keluarga dan Depok Masa Kini
ruzka.republika.co.id--Wartawan senior yang juga novelis, Fanny Jonathan Poyk meluncurkan buku Sebuah Novel Depok, Tentang Ibuku, Kota Depok, Feminisme, Filsafat Kehidupan dan Cinta yang diterbitkan Kosa Kata Kita (KKK) pada September 2023. Berikut kisah Silsilah Keluarga dan Depok Masa Kini.
Beberapa tahun lalu memang pernah anak-anak dari pihak Nenek membuat tanggalan tentang silsilah keluarga. Melalui almanak itu, aku dan keluarga jadi tahu siapa saja anak dan keturunan Nenekku.
Namun hal itu hanya berjalan setahun, di tahun berikutnya kegiatan itu sepi begitu saja. Mungkin manajemen untuk mencari dana tidak segencar dahulu, sehingga biaya untuk mencetak kalender atau almanak itu tersendat dan berhenti di tengah jalan.
Baca Juga: Pameran UMKM dan Seni Budaya Ramaikan Gebyar Nusantara HUT ke-78 TNI Kodim 0508/Depok
Dan kami kembali berkumpul ke keluarga yang paling dekat. Terlebih lagi setelah para sepupuku dan keponakan ada yang menikah dengan orang Prancis, Manado, NTT, China, Amerika, dan Kalimantan, maka aliran darah dari Engkong Tjun dan Nenek mulai menyebar ke mana-mana dan kian tersamarkan.
Di perjalanan waktu dan peralihan masa ke masa, serta perkembangan teknologi yang kian egorstik, akhirnya, membentuk nilai-nilai persaudaraan berdasarkan satu alat dengan kecanggihan yang tak terukur dengan nalar semata.
Media elektronik seperti Handphone, sudah bisa mempertemukan para saudara di manapun mereka berada. Bahkan di keluarga inti, pertemuan anak dengan orang tua atau bahkan sebaliknya, cukup dengan satu benda itu.
Baca Juga: Pemkot Depok Berikan Bansos RTLH ke 360 Warga Penerima Manfaat Sebesar Rp 23 Juta
Pertemuan secara fisik tak bisa lagi terjadi setiap jam atau hari. Dunia semakin sempit dan dapat dijelajahi secara virtual. Begitulah situasi di era kekinian.
Ketika tatap muka terjadi dan mereka hanya tahu berdasarkan keterikatan dari sebuah grup yang bernama WhatsApp atau WA, Facebook, Instagram. atau Twitter, maka interaksi secara psikologis mulai tercerabut dari akar kemanusiaan itu sendiri.
Perhatian hanya tertuju pada properti dari tampilan di hadapan seperti tas bermerek, sepatu dan pakaian yang penuh nuansa glamour. Ikatan kekerabatan atau kekeluargaan tak lagi terasa. Rasa empati tak semurni seperti pada awalnya.
Baca Juga: Berikut Tips yang Baik Sebelum Melakukan Lari Maraton
Tujuan pada hal-hal kebendaan seperti memiliki materi berlebih, maka dialah yang menjadi sentral dari fokus perhatian dan ikatan kekeluargaan itu sendiri. Materialisme dan unsur kebendaan menjadi fokus untuk diberikan salam dan hormat.
Begitu juga dengan keberadaan sebuah kota. Depok yang dulunya segar tak berpolusi, tidak pernah macet, pagi-pagi masih ada sekumpulan embun yang bergerombol di tiap sudut kebun-kebun sepanjang jalan utama yang sekarang telah dipenuhi perkantoran dan mal, telah berubah warna.
Di jam-jam kerja, ribuan kendaraan padat memenuhi jalan utama yaitu Margonda. Jalanan itu mengantarkan kaum urban ke Ibu Kota yaitu Jakarta, Menggiring mereka mencari sesuap nasi dan sepiring lauk untuk anak, isteri, dan orang tua mereka.
KRL atau Kereta Listrik yang dulunya tidak penuh sesak, pada jam-jam sibuk telah menjadi sarana transportasi pembawa kaum urban itu ke tempat tempat mereka mengumpulkan rupiah demi rupiah yang ditunggu kehadirannya setiap bulan.
Lintasan yang dulunya hanya satu jalur yang dibarengi dengan penambahan puluhan gerbong kereta, tidak memecahkan masalah. Kepadatan tetap terjadi di jam-jam yang sibuk itu.
Kota Depok mulai mengikuti modernisasi dari tetangganya Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu Jakarta.
Baca Juga: Buku Novel Sejarah Depok, Romeo dan Juliet, Ciu, Ceki serta Dinasti Ming
Depok sendiri masuk di dalam wilayah Provinsi Jawa Barat, padahal posisinya lebih dekat ke Jakarta, dan penduduk Depok lebih sering jalan-jalan ke Jakarta yang dulunya bernama Batavia ketimbang Kota Bogor. Pesona Jakarta sebagai Ibukota memang jauh lebih mempesona dibanding Kota Bogor.
Kota Depok diresmikan pada tanggal 27 April 1999. Peresmian ini sesuai dengan Undang-Undang No 18 Tahun 1999 yang berkaitan tentang pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok. Berarti untuk tahun 2023 ini, Kota Depok secara resmi telah berusia 24 tahun.
Kota Depok dengan luas wilayah sekitar 200,29 Km, merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian 50-140 mdpl dan kemiringan lereng kurang dari 159. Kota Depok dilalui sungai-sungai besar yaitu Sungai/kali Ciliwung dan Sungai Pesanggrahan.
Baca Juga: Taylor Swift Bawa ‘The Eras Tour’ ke Layar Lebar: Siap Tayang di Bioskop pada 3 November 2023
Pembentukan Kota Depok disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 20 April 1999, pembentukan ini bersamaan dengan dibentuknya Kota Cilegon
Perubahan zaman bergulir dengan cepat, dibarengi dengan pertambahan penduduk yang melesat di angkasa bak meteor, Depok juga ikut melesat maju.
Di era Presiden Soeharto, Ibuku dan saudara-saudara serta anak anak mereka mulai merasakan perubahan di Depok secara signifikan.
Depok berubah menjadi Kota Administratif, mengalami kemajuan serta serbuan masyarakat luas untuk menjadi kota hunian. Terlebih lagi setelah banyak universitas berdiri, khususnya Universitas Indonesia.
Baca Juga: Depok Kota Penghasil Batik, Ini Sejarahnya
Depok mulai berganti rupa. Kota yang dulunya tenang dan tidak terlalu hiruk-pikuk, secara perlahan mulai ramai dan padat penduduk. Daerah hijau sebagai daerah sepadan yang menjadi pelindung dari abrasi di kali Ciliwung, mulai kehilangan fungsi akibat dibangunnya perumahan untuk hunian orang-orang yang menyerbu Depok sebagai tempat tinggal.
Mal dan pasar swalayan bertebaran, memadati lajur jalan yang memenuhi pusat kota. Tiap daerah mulai dari pusat kota, yaitu Jalan Margonda hingga daerah-daerah pelosok lainnya seperti Citayam, Pondok Gede, Sawangan hingga Bojongsari, kerap terserang macet, hutan kecil, sawah dan perkebunan, telah berubah menjadi perumahan baik dalam skala mewah maupun sederhana.
Jalan tol yang menghubungkan berbagai sudut di kota Jakarta, telah dibangun di pusat kota Depok, Sawangan, hingga menembus ke Bandara Soekarno-Hatta.
Seterusnya Depok tak bisa lagi disebut sebagai kota tempat peristirahatan yang di masa lalu terkenal dengan cuacanya yang sejuk dan dingin kala di pagi hari. Depok juga tak bisa lagi dijadikan daerah tempat para jawara bertapa mencari kesaktian ragawi atau ilmu kanuragan.
Areal pertapaan itu telah diselimuti oleh tiang-tiang sutet dan jaringan internet untuk mencari sinyal. Daerah sepadan di sungai Ciliwung, berdiri rumah-rumah mewah untuk hunian kelas atas.
Baca Juga: Musim Kemarau, Dinsos Depok Distribusikan 1.050 Dus Air Minum untuk Warga Terdampak Kekeringan
Depok memang telah berubah. Polusi Jakarta yang kotor, hitam dan kelam, perlahan mulai berpindah ke Depok di mana jika hujan tiba, jalanan pusat kota kerap tertimpa banjir. Jalanan itu bukan lagi sebagai areal yang dilalui banjir kiriman dari kota Bogor, namun sebagai daerah banjir yang berasal dari Depok sendiri.
Ibu dan Ayahku, juga Engkong dan Nenek Enih, pastinya tak pernah memperkirakan Depok akan menjadi seperti ini. Aku teringat di tahun delapan puluhan, kala Kantor Walikota masih berupa sawah dan rindang dengan pepohonan.
Ibu dan Ayahku, mengajakku mencari belut, kodok serta ikan mujair di tepian sawah itu. Saudara Ibuku yang memiliki sawah-sawah yang sekarang menjadi kantor Walikota, terlihat pulang masih membawa cangkul. Ia baru selesai menyiangi padi-padinya yang baru tumbuh.
Baca Juga: Damkar Kota Depok Catat Selama Juli Hingga September Terjadi 97 Peristiwa Kebakaran
Ibu menyapanya, kemudian sepupu Ibuku itu memintanya untuk ikut memanen bila tanaman padinya telah siap dipanen.
“Nanti lu ikut panen ya, Nyo,” katanya sambil menyebut nama belakang Ibuku ketika dia masih kanak-kanak.
“Iya Bang Tom ," sahut Ibuku. Nama sepupunya Tommy Soedira.
Ketika tanahnya dibeli oleh pemerintah dan dijadikan kantor Walikota, Om Timmy, demikian aku memanggilnya, mendadak menjadi jutawan baru yang kaya raya.
Baca Juga: Bansos Rp 46 Miliar Segera Dibagikan untuk Warga Kota Depok, Ini Syarat Penerima dan Jumlahnya
Kantor Walikota itu kemudian berdekatan dengan rumah Ibuku. Secara perlahan ketika Ibu melihat perubahan yang terjadi pada Kampung Depok Lama dan Kampung Liok, dia merasa kenangan kala masih Depok dikelilingi hutan dan listrik belum masuk, menjadi kenangan yang selalu di ulangnya dalam cerita malam untuk cucu-cucunya saat mereka akan pergi tidur.
Hingga dia meninggal karena penyakit tua, Ibu selalu berkata bahwa usianya sama dengan pohon beringin yang ada di halaman rumahnya. Sama seperti Engkong yang meninggal karena terpatri pada kenangan tentang Nenekku Enih, Ibu pun demikian, dia selalu teringat pada ayahku yang meninggal lebih dulu karena penyakit jantung.
Tiga lelaki yang kucinta telah tiada. Untuk apa aku hidup lebih lama di dunia ini? Kalian semua sudah dewasa dan sudah memiliki keluarga. Sekarang siklus sebagai orang tua akan kalian alami. Lahir, kanak-kanak, remaja, dewasa, menikah, lalu mati.
Itu kehidupan yang diberikan Tuhan kepada kita.
Ibu berharap jika Ibu tiada, kalian dan Kampung Depok Lama juga Kampung Liok tempat asal Ibu, selalu dalam keadaan baik-baik saja. "Akur lah kalian di dalam persaudaraan. Karena hidup hanya sekali, kasih persaudaraan itu lebih penting dari segalanya,” kata Ibuku.
Setahun setelah dia mengatakan ini, dia terkena penyakit tua, lalu meninggalkan dunia yang penuh dengan keragaman siasat manusia, baik itu siasat yang jahat maupun baik.
Baca Juga: Tim Peneliti UI Olah Produk Teh dan Kopi Kesehatan Lacryma
Begitulah penemuan Kota Depok. Peran Cornelis Chastelein di dalam membebaskan para budaknya dan memberikan mereka hak atas kepemilikan tanah yang terletak di pusat-pusat kota Depok sendiri, kini memberikan kisah dengan opini serta pendapat yang beragam.
Pendapat tentang berdirinya Kota Depok dan kenangan dari para pemegang dua belas marga yang diberikan Cornelis, menjadi catatan tersendiri pada anak, cucu dan cicit dari kedua belas marga itu.
Siapa yang benar dan siapa yang hanya berdasarkan ilmu kira-kira tentang berdirinya Kota Depok, berada di pendapat masing-masing.
Baca Juga: Pelajar SMAN 4 Depok Gelar Gerakan Menanam Pohon
Semua kisah yang dituturkan Ibuku, ku catat dalam sebuah narasi panjang yang kelak selalu diingat oleh siapa saja yang membacanya.
Dan berdirinya sebuah kota akan menjadi sebuah kisah berdasarkan perjalanan waktu. Waktu dulu dan sekarang, memiliki kepentingan yang berbeda.
Kepentingan itu berada di tampuk siapa yang memimpin kota itu. Dia mau membuatnya seperti apa, itu berada di penggalangan opini secara kehendak yang ada di benaknya.
Baca Juga: Mau Tahu Sepak Terjang Beckham? Tonton Film Dokumenternya di Netflix
Depok kini pun memiliki kisah yang tak perlu lagi dipertanyakan kapan berdirinya kota ini. Terlebih lagi bagi generasi muda yang millennial. Data yang tertera telah menjadi akurat di pemahaman mereka.
Engkong yang mendiami Kampung Liok sejak zaman Jepang dan Belanda, Nenekku Enih yang sejak kecil mendiami Kampung Manggah di pertigaan pusat kota dengan mal pertama yang dulu bernama Ramanda.
Ibu yang melewati rel kereta satu arah antara Kampung Liok dan Kampung Depok Lama, lalu dia memanen padi milik tuan tanah Depok, yaitu seorang Indo-Belanda bernama Tuan Eward Tholense.
Dan kampung-kampung seperti Citayam, Bojong Sari dan sekitarnya yang masih berupa hutan belantara, serta tepian sungai Ciliwung tempat para jawara bertapa, telah menjadi kisah tutur tinular masa lalu yang kadang dianggap hanya fiksi belaka.
Depok Masa Kini
Berdasarkan fakta masa kini, ada yang menulskan Kota Depok bermula dari sebuah kecamatan yang berada di lingkungan (Kawedanan Pembantu Bupati) di wilayah Parung, Kabupaten Bogor.
Kemudian pada tahun 1976 mulai dibangun perumahan oleh Perum Perumnas yang diikuti oleh pengembang lainnya. Kemudian pembangunan semakin berkembang dengan dibangunnya kampus Universitas Indonesia (UI).
Baca Juga: Ini Resikonya Kalau Telat Makan dan Ini Makanan Sehat yang Dikonsumsi Setiap Hari
Berdasarkan keadaan yang ada dan meningkatnya perdagangan dan jasa, maka perkembangan Depok yang begitu cepat menjadi perhatian bagi pemerintah Orde Baru.
Menteri Dalam Negeri kala itu yaitu Amir Machmud, mulai mengkaji status Kecamatan Depok menjadi Kota Administratif, Peningkatan status Kota Depok dilakukan agar pembangunan lebih tertata dan terarah sebagai kota masa depan.
Pembentukan Kota Administratif Depok yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri Amir Machmud itu, berlanjut kepada pelantikan Walikota Administratif yang pertama yaitu Mochamad Rukasah Suradimadja oleh Gubernur Jawa Barat masa itu, Aang Kunaefi.
Baca Juga: Sejarah Depok, Kampung Liok, Rawa Besar, Citayam dan Engkong Thio Tengljun
Pada tahun 1999, kota Administratif Depok dimekarkan dan seluruh desa berganti status menjadi kelurahan.
Hasil pemekaran tersebut terdiri dari tiga kecamatan dan 17 desa. Susunannya sebagai berikut: Kecamatan Pancoran Mas, terdiri dari 6 desa yaitu Desa Depok, Desa Depok Jaya, Desa Pancoran Mas, Desa Mampang, Desa Rangkapan Jaya dan Desa Rangkapan Jaya Baru. Kecamatan Beji terdiri dari lima Desa yaitu Desa Beji, Desa Kemiri Muka, Desa Pondok Cina, Desa Tanah Baru, dan Desa Kukusan.
Kecamatan Sukmajaya, terdiri dari enam desa, yaitu Desa Mekarjaya, Desa Sukmajaya, Desa Sukamaju, Desa Cisalak, Desa Kalibaru, dan Desa Kalimulya.
Baca Juga: Pelaksanaan Bedah Rumah TMMD di Kota Depok Capai 80 Persen
Selama kurun waktu 17 tahun Kota Administratif Depok berkembang pesat baik di bidang Pemerintahan, Pembangunan, dan Kemasyarakatan.
Khususnya di bidang Pemerintahan, Kota Depok berkembang menjadi tiga wilayah Kecamatan yang terdiri dari dua puluh tiga kelurahan, yang terbagi menjadi Kecamatan Pancoran Mas, terdiri dari enam Kelurahan, yaitu Kelurahan Depok, Kelurahan Depok Jaya, Kelurahan Mampang, Kelurahan Pancoran Mas, Kelurahan Rangkapan Jaya, dan Kelurahan Rangkapan Jaya Baru.
Kecamatan Beji terdiri dari enam Kelurahan, yaitu Kelurahan Beji, Kelurahan Beji Timur, Kelurahan Pondok Cina, Kelurahan Kemiri Muka, Kelurahan Kukusan, dan Kelurahan Tanah Baru.
Kecamatan Sukmajaya, terdiri dari sebelas Kelurahan, yaitu Kelurahan Sukmajaya, Kelurahan Sukamaju, Kelurahan Mekar Jaya, Kelurahan Abadi Jaya, Kelurahan Bakti Jaya, Kelurahan Cisalak, Kelurahan Kalibaru, Kelurahan Kalimulya, Kelurahan Cilodong, Kelurahan Jati Mulya, dan Kelurahan Tirta Jaya.
Pesatnya perkembangan dan tuntutan aspirasi masyarakat semakin mendesak agar Kota Administratif Depok dinaikkan statusnya menjadi Kotamadya dengan harapan pelayanannya menjadi lebih maksimal. Hingga akhirnya pada tanggal 20 April 1999, berdasarkan Undang-undang No.15 tahun 1999, Kota Depok diresmikan menjadi Kotamadya Daerah Tk. II Depok.
Baca Juga: Waspada Musim Kemarau Rawan Kebakaran, Terjadi Kebakaran Ruko di Kampung Bulak Timur Depok
Peresmian pembentukan Kotamadya Daerah Tk.II Depok dilakukan pada tanggal 27 April 1999 bersamaan dengan Pelantikan Pejabat Walikotamadya Kepala Daerah Tk. II Depok saat itu, Drs. H. Badrul Kamal, yang menjabat sebagai Walikota Kota Administratif Depok.
Momentum peresmian Kotamadya Daerah Tk. II Depok dan pelantikan pejabat Walikotamadya Kepala Daerah Tk. II Depok saat itu, dijadikan sebagai landasan yang bersejarah untuk dijadikan hari jadi Kota Depok. Berdasarkan Undang-Undang nomor 15 tahun 1999.
Wilayah Kota Depok meliputi wilayah Administratif Kota Depok terdiri dari tiga kecamatan, ditambah sebagian wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor, yang meliputi Kecamatan Cimanggis, yang terdiri dari satu kelurahan dan dua belas desa, yaitu Kelurahan Cilangkap, Desa Pasir Gunung Selatan, Desa Tugu, Desa Mekarsari, Desa Cisalak Pasar, Desa Curug, Desa Harjamukti, Desa Sukatani, Desa Sukamaju Baru, Desa Cijajar, Desa Cimpaeun, Desa Leuwinanggung.
Baca Juga: Sejarah Depok dalam Buku Novel Fanny Jonathans Poyk, Cerita Ibuku
Kecamatan Sawangan, yang terdiri dari empat belas desa, yaitu, Desa Sawangan, Desa Sawangan Baru, Desa Cinangka, Desa Kedaung, Desa Serua, Desa Pondok Petir, Desa Curug, Desa Bojong Sari, Desa Bojong Sari Baru, Desa Duren Seribu, Desa Duren Mekar, Desa Pengasinan Desa Bedahan, dan Desa Pasir Putih.
Kecamatan Limo yang terdiri dari delapan desa yaitu, Desa Limo, Desa Meruyung, Desa Cinere, Desa Gandul, Desa Pangkalan Jati, Desa Pangkalan Jati Baru, Desa Krukut, Desa Grogol.
Dan, ditambah lagi lima desa dari Kecamatan Bojong Gede, yaitu Desa Cipayung, Desa Cipayung Jaya, Desa Ratu Jaya, Desa Pondok Terong, dan Desa Pondok Jaya.
Kota Depok selain merupakan pusat pemerintahan yang berbatasan langsung dengan Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta juga merupakan wilayah penyangga Ibu Kota Negara yang diarahkan untuk kota pemukiman, kota pendidikan, pusat pelayanan perdagangan dan jasa, kota pariwisata dan sebagai kota resapan air.
Reporter: Maulana Said